Langkah Berani Seorang Suami: Pilih Vasektomi demi Keluarga dan Tanggung Jawab
Tanggal: 6 Mei 2025 04:51 wib.
Tampang.com | Di tengah minimnya partisipasi pria dalam program keluarga berencana (KB), kisah Didi Santosa memberikan perspektif berbeda tentang keberanian, kesadaran, dan cinta dalam membangun keluarga.
Vasektomi Masih Diminati Secara Terbatas
Meskipun pria dapat menjadi peserta aktif dalam program KB, angka partisipasinya di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Statistik Pemuda Indonesia 2023, hanya sekitar 0,04 persen pria yang memilih vasektomi sebagai metode kontrasepsi. Tingkat partisipasi yang minim ini sebagian besar disebabkan oleh stigma, kesalahpahaman medis, serta rendahnya edukasi seputar prosedur ini.
Didi Santosa: Ketika Keputusan Datang dari Kesadaran dan Cinta
Didi Santosa, seorang pria yang membagikan pengalamannya melalui platform media sosial Thread, menjadi contoh nyata bagaimana keputusan vasektomi bisa dilandasi oleh kesadaran, tanggung jawab, dan saling menghargai dalam hubungan rumah tangga.
“Keluarga kami sudah lengkap, dan setelah diskusi panjang dengan istri, kami merasa ini langkah yang paling bertanggung jawab buat masa depan,” tulis Didi.
Didi menegaskan bahwa keputusan ini tidak diambil secara tergesa-gesa. Proses pertimbangan berlangsung selama dua tahun, termasuk berkonsultasi dengan empat tenaga medis berbeda.
Berawal dari Masalah Kontrasepsi Istri
Sebelum memutuskan vasektomi, pasangan ini menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi. Namun, penggunaan IUD menimbulkan komplikasi: terjadi pergeseran alat yang menyebabkan pendarahan pada sang istri.
Insiden tersebut membuat Didi mempercepat rencana vasektomi yang awalnya akan dilakukan lima tahun mendatang. Baginya, ini bukan hanya soal tidak ingin menambah anak, melainkan soal memberikan rasa aman dan saling mendukung di dalam pernikahan.
Proses Singkat, Rasa Sakit Minimal
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, vasektomi dilakukan dalam waktu singkat. Prosedur ini hanya memerlukan anestesi lokal dan bisa selesai dalam 15–30 menit tanpa perlu rawat inap.
“Enggak berasa apa-apa karena dibius. Pulang di hari yang sama,” ungkap Didi.
Ia mengaku hanya mengalami nyeri ringan selama beberapa hari, yang dengan istirahat cukup dan pola makan sehat bisa segera pulih.
Membantah Mitos: Vasektomi Tidak Sebabkan Impoten
Masih banyak pria yang menolak vasektomi karena percaya bahwa prosedur ini akan memengaruhi kemampuan seksual. Namun, Didi membantahnya secara tegas dan menyebut semuanya tetap normal.
Pernyataan ini turut didukung oleh dr. Keven Pratama Manas Tali, Sp.OG., yang menjelaskan bahwa vasektomi tidak memengaruhi hormon, ereksi, maupun gairah seksual. Prosedur ini hanya memutus saluran sperma, sementara produksi testosteron tetap berjalan seperti biasa.
“Miskonsepsi bahwa vasektomi membuat pria impoten atau tidak ‘jantan’ adalah keliru,” jelas Keven.
Tantangan Utama: Edukasi dan Perubahan Persepsi
Menurut dr. Keven, stigma sosial, anggapan keliru, serta kurangnya edukasi membuat pria enggan mempertimbangkan vasektomi. Padahal, dari sisi medis, metode ini aman dan efektif sebagai kontrasepsi permanen.
Dengan kisah seperti Didi, diharapkan persepsi masyarakat mulai berubah. Bahwa menjadi suami yang bertanggung jawab tidak selalu berarti membebankan semua urusan reproduksi pada perempuan. Melainkan juga tentang kesediaan berbagi peran—bahkan untuk urusan sebesar keputusan permanen seperti vasektomi.
Saat Lelaki Tak Hanya Bicara, Tapi Bertindak
Kisah Didi Santosa menjadi potret langka namun inspiratif tentang bagaimana pria bisa mengambil peran aktif dalam perencanaan keluarga. Bukan sekadar mendukung, tapi juga berani mengambil langkah konkret demi kebahagiaan dan kenyamanan bersama.
Di tengah rendahnya partisipasi pria dalam KB, cerita seperti ini layak diperbanyak—agar keluarga berencana benar-benar jadi tanggung jawab bersama, bukan beban sepihak.