Lahan Semakin Sempit, Tapi Pertanian Kota Justru Kurang Diperhatikan
Tanggal: 8 Mei 2025 10:21 wib.
Tampang.com | Kota besar di Indonesia menghadapi tantangan ganda: minimnya ruang hijau dan ancaman krisis pangan. Ironisnya, solusi yang ada tepat di depan mata — pertanian perkotaan (urban farming) — justru belum mendapat tempat yang layak dalam kebijakan maupun praktik.
Potensi Besar di Lahan Sempit
Urban farming bisa dilakukan di mana saja: atap rumah, balkon, dinding bangunan, hingga lahan-lahan tidur di sekitar pemukiman. Selain menyuplai sayur segar untuk konsumsi lokal, aktivitas ini juga mampu menyerap karbon, menyerap air hujan, dan meningkatkan ketahanan komunitas.
Namun menurut data Dinas Pertanian DKI, kontribusi pertanian kota terhadap suplai pangan lokal masih di bawah 3%. Penyebabnya: keterbatasan dukungan teknis, regulasi, dan akses terhadap bibit serta pemasaran hasil panen.
Bukan Sekadar Tren Komunitas
Pertanian kota sering dianggap sekadar tren komunitas atau aktivitas hobi, bukan bagian dari kebijakan strategis. Padahal menurut FAO, urban farming bisa menyumbang hingga 15–20% kebutuhan pangan kota bila dikelola serius.
“Selama ini kami jalan sendiri. Pemerintah baru turun tangan kalau ada lomba kampung hijau atau CSR,” ujar Dedy, ketua komunitas tani vertikal di Jakarta Timur.
Ruang Hijau Produktif Lebih Efisien
Alih-alih membangun taman hias yang hanya indah dipandang, beberapa kota di dunia sudah beralih ke konsep ruang hijau produktif, di mana tanaman pangan ditanam di taman kota, jalur hijau jalan, bahkan di halte.
Konsep ini menggabungkan fungsi estetika, ekologi, dan ekonomi secara bersamaan.
Butuh Insentif dan Edukasi Massal
Untuk mengembangkan urban farming secara sistemik, dibutuhkan insentif bagi warga dan komunitas, kemudahan akses alat tanam, serta pelatihan rutin. Perlu juga integrasi dengan kurikulum sekolah agar generasi muda ikut terlibat.
Kesimpulan
Pertanian kota bukan solusi romantis — tapi jalan logis di tengah krisis ruang dan pangan. Kalau dibiarkan terpinggirkan, kita akan kehilangan peluang besar membangun kota yang mandiri dan lestari.