Kritik Pedas untuk Gubernur Jabar: Barak Militer Bukan Solusi untuk Siswa Nakal
Tanggal: 1 Mei 2025 11:17 wib.
Tampang.com | Bandung – Rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akan mengirim siswa bermasalah ke barak militer menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, yang menilai pendekatan tersebut berisiko tinggi secara psikologis dan tidak tepat sasaran.
Menurut Fahmi, permasalahan siswa yang dianggap nakal tidak bisa diselesaikan dengan metode koersif atau militeristik. Ia menegaskan bahwa siswa tidak membutuhkan barak, melainkan ruang belajar yang mampu memulihkan kondisi mental dan sosial mereka.
“Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan. Kalau yang bermasalah adalah sikap, maka pendekatannya harus bersifat pedagogis dan reflektif, bukan koersif,” kata Fahmi, Rabu (30/4/2025).
Masalah Sosial, Bukan Ancaman Keamanan
Fahmi menyoroti bahwa kenakalan remaja seperti tawuran, kecanduan gim, mabuk, atau pembangkangan bukan merupakan ancaman keamanan negara, melainkan gejala dari masalah psikososial yang kompleks. Ia menyarankan agar pendekatan berbasis sipil dan pendampingan psikologis lebih dikedepankan.
“Kenakalan remaja itu masalah sosial. Kita butuh respons kemanusiaan yang berorientasi pada pemulihan, bukan tindakan represif,” ujar Fahmi.
Ia mengakui pentingnya pendisiplinan dalam proses pendidikan karakter, namun mengingatkan bahwa kedisiplinan yang sejati tumbuh dari kesadaran, bukan dari ketakutan akibat tekanan atau paksaan.
Program Enam Bulan di Barak Militer
Dedi Mulyadi sebelumnya mengumumkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan meluncurkan program pendidikan karakter selama enam bulan bagi siswa yang dianggap sulit dibina. Program ini akan menggandeng TNI dan Polri serta memanfaatkan 30 hingga 40 barak militer di sejumlah daerah rawan.
Menurut Dedi, program tersebut ditujukan bagi siswa yang terindikasi terlibat pergaulan bebas, kriminalitas, atau sulit ditangani oleh sekolah. Penempatan siswa dalam program tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua.
“Kami mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, baru bertahap ke daerah lain,” ujar Dedi dalam keterangan tertulis (26/4/2025).
Kurikulum Wajib Militer di SMA/SMK Mulai Tahun Ajaran Baru
Selain program barak militer, Dedi Mulyadi juga merencanakan penerapan kurikulum wajib militer untuk seluruh SMA dan SMK di Jawa Barat mulai tahun ajaran baru. Dalam program ini, setiap sekolah akan memiliki pembina dari unsur TNI atau Polri untuk membentuk karakter siswa dan mengarahkan potensi mereka.
“Saya serius, mulai tahun ajaran baru Pemda Provinsi Jabar akan memasukkan kurikulum wajib militer di sekolah-sekolah,” tegas Dedi dalam pernyataan resmi pada 5 Maret 2025.
Ia menyebut tujuan utama dari kurikulum tersebut adalah membentuk semangat bela negara dan menjauhkan pelajar dari perilaku menyimpang seperti tawuran.
Imparsial dan Aktivis HAM Juga Angkat Suara
Lembaga Imparsial juga turut mengkritik keras rencana pengiriman siswa ke barak militer. Mereka menilai bahwa TNI bukan lembaga pendidikan dan tidak memiliki kapasitas dalam menangani permasalahan kenakalan remaja.
Langkah ini dinilai berpotensi melanggar hak anak dan bertentangan dengan prinsip pendidikan inklusif serta pemulihan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sistem pendidikan nasional.