Sumber foto: Google

Krisis Hutan di Pulau Sumbawa: Erosi Tanah Parah, Banjir dan Longsor Tak Terhindarkan

Tanggal: 7 Apr 2025 18:32 wib.
Tampang.com | Kerusakan hutan yang semakin masif di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi pemicu utama terjadinya berbagai bencana alam, mulai dari longsor, banjir bandang, hingga kekeringan ekstrem. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB menyebutkan bahwa kondisi ini diperparah oleh pembukaan lahan besar-besaran untuk budidaya jagung.


Hilangnya Vegetasi Hutan Perparah Dampak Musim Hujan

Menurut Kepala BPBD NTB, Ahmadi, kawasan hutan di Sumbawa yang berada di daerah perbukitan terjal kini hampir habis. Vegetasi yang sebelumnya mampu menahan air dan melindungi tanah dari erosi, kini digantikan tanaman jagung yang berakar serabut dan tidak mampu menjalankan fungsi ekologis tersebut.


“Ketika hujan deras datang, tidak ada lagi akar pohon yang kuat untuk menahan air. Akibatnya, tanah longsor dan sungai meluap, merendam permukiman dan merusak infrastruktur,” jelas Ahmadi di Mataram, Jumat (4/4/2025).



Jagung Mendominasi, Alternatif Ekonomi Diperlukan

Masifnya ekspansi ladang jagung dari pesisir hingga puncak bukit karst dinilai sebagai penyebab utama deforestasi. Namun, pelarangan total bukan solusi. BPBD menilai pendekatan berbasis ekonomi justru lebih efektif untuk mengatasi kerusakan lahan.

Ahmadi menyarankan pohon sengon (Albizia chinensis) sebagai alternatif. Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, pohon ini juga berfungsi ekologis dengan mengikat nitrogen dan memperbaiki kondisi tanah.


“Satu pohon sengon bisa bernilai hingga Rp1 juta. Jika ditanam 400 pohon per hektare, hasil panennya bisa mencapai Rp400 juta. Ini kompetitor ekonomi yang sehat untuk jagung,” ujarnya.



Sengon Bisa Ditumpangsarikan, Solusi Berkelanjutan

Lebih lanjut, Ahmadi menjelaskan bahwa sengon bisa ditanam bersama jagung dalam sistem tumpangsari. Artinya, masyarakat tetap bisa menanam jagung sebagai pendapatan jangka pendek, sambil menunggu sengon dipanen dalam 4 tahun ke depan.


“Yang penting kita tidak hanya melarang. Justru memberikan solusi ekonomi agar masyarakat tetap sejahtera tanpa merusak alam,” tegasnya.



Bencana Ekologi Terus Terjadi Sejak 2012

Kerusakan hutan bukan hanya menyebabkan banjir dan longsor, tetapi juga berdampak saat musim kemarau. Tanpa tutupan vegetasi yang cukup, air hujan tidak bisa disimpan dalam tanah, sehingga menyebabkan kekeringan ekstrem.

Rentetan bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor dilaporkan terjadi sepanjang Desember 2024 hingga Februari 2025, menghancurkan rumah warga, sawah, jembatan, hingga sekolah. Bahkan sejak 2012, Pulau Sumbawa terus dilanda bencana hidrometeorologi hampir setiap tahun.


Solusi Ekonomi dan Ekologi Harus Sejalan

Krisis lingkungan di Pulau Sumbawa menjadi bukti nyata bahwa kerusakan hutan membawa dampak serius bagi kehidupan masyarakat. Pendekatan larangan saja tak cukup. Solusi berbasis ekonomi seperti menanam sengon secara tumpangsari bisa menjadi jalan tengah yang menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan hutan Sumbawa dari kerusakan yang lebih parah.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved