Krisis Air di Kota-Kota Besar: Ancaman Nyata yang Diabaikan?
Tanggal: 7 Mei 2025 20:52 wib.
Tampang.com | Tampang.com | Di tengah pembangunan infrastruktur masif, kota-kota besar di Indonesia diam-diam menghadapi ancaman yang lebih mendasar: ketersediaan air bersih. Laporan Bappenas 2025 menyebut bahwa akses air layak di wilayah urban terus menurun dalam lima tahun terakhir.
Air Kota Tak Lagi Aman dan Cukup
BPS mencatat hanya 72% rumah tangga perkotaan yang memiliki akses terhadap air bersih layak konsumsi. Sumber air tanah yang dulu menjadi andalan kini tercemar limbah domestik dan industri. Di Jakarta, misalnya, kualitas air sumur sudah berada di bawah ambang aman menurut WHO.
“Kita bukan kekurangan air secara volume, tapi gagal dalam mengelola distribusi dan kualitasnya,” jelas Dr. Sari Fadhillah, pakar tata kota dari Universitas Indonesia.
Ketimpangan Infrastruktur dan Konsumsi Berlebih
Kebutuhan air meningkat pesat akibat urbanisasi dan gaya hidup tinggi, namun pembangunan jaringan perpipaan tidak secepat pertumbuhannya. Kota seperti Surabaya dan Medan bahkan masih mengandalkan sumur bor dan air isi ulang bagi sebagian besar penduduknya.
WALHI mencatat, proyek-proyek besar seperti properti dan industri justru menyerap air dalam volume besar tanpa kontribusi signifikan pada sistem distribusi publik.
Solusi Masih Parsial dan Timpang
Kementerian PUPR memiliki target 100% akses air minum aman pada 2030, tapi masih terkendala anggaran dan koordinasi lintas sektor. Proyek SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) banyak yang mangkrak atau belum optimal beroperasi.
“Yang dibutuhkan adalah tata kelola air yang transparan dan berbasis komunitas. Jangan hanya swastanisasi yang dikedepankan,” tegas Damar Priyadi, aktivis lingkungan dan air bersih.
Kesimpulan
Krisis air bukan lagi isu masa depan, tapi realitas yang mulai terasa. Tanpa strategi integratif dan investasi berkelanjutan, kota-kota Indonesia terancam kehausan di tengah kemajuan.