KPK Temukan Lokasi Harun Masiku, Target Bisa Ditangkap dalam Sepekan
Tanggal: 13 Jun 2024 20:53 wib.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan bahwa mereka telah berhasil melacak keberadaan Harun Masiku, mantan calon legislatif dari PDIP yang kini menjadi buron tersangka dalam kasus dugaan suap. Setelah empat tahun berlalu, kasus ini akhirnya mendapatkan titik terang. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, berharap bahwa dalam waktu satu minggu ke depan Harun Masiku bisa segera ditangkap.
Dalam kesempatan rapat di Komisi III DPR pada Selasa (11/6), Alexander Marwata menyatakan bahwa pihak penyidik KPK sudah mengetahui keberadaan Harun Masiku. "Saya pikir sudah, penyidik [tahu posisi Harun Masiku]," ungkap Alex, sebagaimana dilansir dari berita yang dimuat di media. Beliau juga menambahkan dalam harapannya, "Mudah-mudahan saja dalam satu minggu ketangkap. Mudah-mudahan."
Sejumlah saksi seperti Advokat Simeon Petrus, Hugo Ganda, dan Melita De Grave telah memberikan konfirmasi terkait informasi keberadaan Harun Masiku kepada pihak penyidik KPK. Penyidik KPK pun telah mengonfirmasi informasi tersebut kepada sejumlah saksi terkait kasus ini.
Pada Senin (10/6), KPK juga memeriksa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai salah satu saksi dalam perkara ini. Dari pemeriksaan tersebut, tim penyidik memutuskan untuk menyita handphone hingga buku catatan milik Hasto. Dilaporkan bahwa Hasto mengaku sempat berdebat dengan pihak penyidik KPK terkait hal ini.
Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, menjelaskan bahwa pihaknya menggali informasi dan keterangan dari Hasto terkait perkara Harun Masiku. Tim penyidik KPK juga menanyakan keberadaan alat komunikasi milik Hasto, yang diakuinya dipegang oleh staf bernama Kusnadi. Penyidik KPK kemudian meminta staf Hasto, Kusnadi, untuk dipanggil. Setelah dipanggil, penyidik KPK menyita barang bukti berupa alat elektronik (HP), catatan, dan agenda milik saksi Hasto.
Budi menegaskan bahwa penyitaan yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan dengan surat perintah penyitaan yang sah. Selain itu, penyidik KPK juga mengonfirmasi keberadaan Harun Masiku melalui handphone yang disita dari Hasto.
Penanganan kasus Harun Masiku telah memasuki usia empat tahun lebih di KPK. Pada Rabu, 8 Januari 2020, tim penindakan KPK menjalankan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan menangkap Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya. Upaya OTT ini merupakan yang kedua dilakukan pada era kepemimpinan KPK jilid V. Dari kegiatan tersebut, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Caleg PDIP terpilih dalam Pemilu 2019, Nazarudin Kiemas, meninggal, sehingga harus dicari penggantinya di kursi legislatif.
Pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang bernama Donny Istiqomah untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Gugatan ini terkait dengan kematian Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan tersebut pada 19 Juli 2019. Dalam putusannya, MA menetapkan partai sebagai penentu suara dan PAW.
PDIP mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang telah meninggal. Namun, lewat Rapat Pleno 31 Agustus 2019, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.
Guna mendorong Harun sebagai PAW, Saeful Bahri, yang merupakan orang kepercayaan Harun, menghubungi Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu, untuk melakukan lobi. Agustiani lalu menjalin komunikasi dengan Wahyu. Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Pemberian uang tersebut terjadi dua kali, yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.
Pemberian uang tersebut pada akhirnya terbukti terkait dengan upaya Wahyu untuk menjadikan Harun sebagai PAW. Namun, pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan tersebut, dan tetap pada keputusan awal. Pada saat Wahyu hendak mengambil bagian dari uangnya, tim KPK melakukan OTT pada 8 Januari 2020.
Wahyu kemudian menjalani pidana badan selama tujuh tahun penjara sesuai dengan keputusan MA. Putusan kasasi juga menetapkan Wahyu mesti membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan, serta dicabut hak politiknya selama lima tahun.
Selain itu, Wahyu juga terbukti menerima uang senilai total Rp600 juta terkait PAW anggota DPR RI periode 2019-2024. Termasuk di antaranya, uang sebesar Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan pemilihan Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Setelah menjalani masa tahanan, Wahyu akhirnya bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023. Ia juga telah diperiksa oleh KPK sebagai saksi pada Kamis, 28 Desember 2023.
Sementara itu, Saeful Bahri dijebloskan ke Lapas Kelas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 2 Juli 2020 setelah divonis dengan pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan. Demikian juga dengan Agustiani Tio Fridelina yang divonis dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan, setelah proses hukum yang berlangsung.