KPK Amankan Dokumen dan Barang Bukti Elektronik Pasca Penggeledahan di Kementerian Agama

Tanggal: 14 Agu 2025 11:25 wib.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan langkah signifikan dalam penanganan dugaan kasus korupsi yang melibatkan kuota haji. Selasa, KPK menggali informasi lebih dalam dengan melakukan penggeledahan di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) yang berada di bawah Kementerian Agama. Dalam kesempatan ini, tim KPK berhasil menyita sejumlah dokumen penting dan barang bukti elektronik yang diharapkan bisa membantu mengungkap lebih lanjut kasus yang tengah diselidiki.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi melalui ANTARA dari Jakarta pada Rabu, bahwa selama penggeledahan berlangsung, pihak Kemenag menunjukkan sikap kooperatif dan membantu tim KPK dalam mengakses dokumen yang diperlukan. Sikap positif ini diharapkan dapat mempermudah proses penyidikan yang tengah berjalan.

KPK menegaskan bahwa langkah penyidikan ini dimulai sejak 9 Agustus 2025, terkait dugaan korupsi yang berkaitan dengan penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji untuk periode tahun 2023 hingga 2024. Pengumuman ini terjadi setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang telah dipanggil pada 7 Agustus sebelumnya.

Budi juga menambahkan bahwa KPK telah menjalin komunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia untuk memastikan adanya penghitungan kerugian negara dalam kasus ini. Hasil awal dari penghitungan kerugian negara yang dirilis pada 11 Agustus 2025 menunjukkan angka yang mengejutkan, yakni lebih dari Rp1 triliun.

Pada tanggal yang sama, KPK mengambil tindakan pencegahan terhadap tiga individu dalam kasus ini agar tidak meninggalkan Indonesia, dan salah satunya adalah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Tindakan yang diambil KPK ini menunjukkan keseriusan lembaga dalam memberantas praktik korupsi dalam pengelolaan ibadah haji.

Lebih jauh, terkait penyelenggaraan haji tahun 2024, Pansus Angket Haji DPR RI juga melaporkan temuan sejumlah kejanggalan, salah satunya mengenai pembagian kuota yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pansus menyoroti alokasi kuota tambahan sebanyak 20.000 oleh Pemerintah Arab Saudi, yang dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, tanpa mempertimbangkan aturannya.

Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, seharusnya kuota haji khusus hanya dialokasikan sebesar 8 persen, sementara 92 persen harus diberikan untuk kuota haji reguler. Penanganan kasus ini tentunya akan menarik perhatian publik, mengingat besarannya kerugian yang diderita negara dan potensi dampak terhadap masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah haji.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved