KPAI Pertanyakan Kebijakan Jam Malam di Jawa Barat untuk Anak Sekolah
Tanggal: 28 Mei 2025 16:17 wib.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah memberikan respons positif terkait kebijakan jam malam yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, mereka mempertanyakan aspek cakupan dari ketentuan tersebut, terutama bagi anak-anak yang tidak terdaftar dalam lembaga pendidikan formal. Hal ini diungkapkan oleh Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, dalam wawancaranya dengan Tempo pada Rabu, 28 Mei 2025.
“Kenapa sasarannya hanya untuk peserta didik? Bagaimana dengan anak-anak yang tidak berstatus sebagai peserta didik?” tanya Aris. Ia menegaskan bahwa perlu adanya penjelasan yang lebih mendalam kepada masyarakat mengenai kebijakan ini. Menurutnya, meskipun tujuan dari kebijakan ini sejalan dengan prinsip perlindungan anak, kebijakan yang hanya menyasar peserta didik menjadi kontroversial, mengingat jumlah anak yang tidak bersekolah di Jawa Barat masih cukup signifikan. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah per November 2024, tercatat sebanyak 658 ribu anak tidak bersekolah di provinsi ini. Angka tersebut mencakup anak-anak yang putus sekolah, anak yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta anak yang belum pernah bersekolah sama sekali.
Aris berpendapat bahwa perlindungan terhadap anak harus bersifat komprehensif dan tidak memandang status pendidikan. Ia berharap Pemerintah Jawa Barat dapat melibatkan seluruh ekosistem perlindungan anak dalam pelaksanaan kebijakan ini. Komponen-komponen yang harus dilibatkan mencakup orang tua, aktivis dalam Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), pusat pembelajaran keluarga (Puspaga), serta tokoh masyarakat di tingkat rukun tetangga hingga desa atau kelurahan. “Semua pihak dalam sistem ini harus memahami tata laksana program ini agar penerapannya efektif,” ujar Aris.
Lebih lanjut, Aris menyarankan agar petugas yang ditugaskan untuk mengawasi pelaksanaan jam malam bagi anak dilengkapi dengan pemahaman mengenai safeguarding, atau kebijakan keselamatan anak. Ini dilakukan guna mencegah terjadinya kekerasan atau pelanggaran hak anak dalam penegakan aturan yang ada.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 51/PA.03/DISDIK mengenai penerapan jam malam bagi anak-anak untuk mendukung generasi Pancasila Waluya Jawa Barat Istimewa pada 23 Mei 2025. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan bahwa jam malam untuk anak-anak dimulai dari pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB. “Kami ingin menegaskan bahwa anak-anak yang berstatus pelajar harus sudah berada di rumah sebelum jam sembilan malam,” ujarnya saat memberikan kuliah umum tentang nilai budaya dan tata kelola pemerintahan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia pada Selasa, 27 Mei 2025.
Dedi juga menggarisbawahi bahwa peserta didik hanya boleh beraktivitas di luar rumah setelah pukul 21.00 WIB jika didampingi orang tua dan dalam keadaan mendesak. Ia mencontohkan situasi yang bersifat ekonomi yang memaksa anak untuk ke luar rumah, namun tidak untuk kegiatan yang tidak jelas tujuannya seperti nongkrong. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan TNI dan Polri untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan jam malam ini. Mereka juga melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja serta pihak rukun tetangga dan rukun warga sebagai pengawas.
Lebih lanjut, Dedi memastikan akan ada sanksi bagi anak-anak yang melanggar ketentuan jam malam ini. Selain itu, guru bimbingan konseling di sekolah akan memanggil siswa-siswi yang melanggar peraturan tersebut untuk diberikan pendidikan yang sesuai. “Model-model pembinaan yang pernah diterapkan akan kami terus kembangkan,” katanya dengan optimisme.
Gubernur Dedi juga yakin bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif terhadap anak-anak. Ia menyebutkan bagaimana program pengiriman anak-anak bermasalah ke barak militer telah menunjukkan hasil, dengan indikasi menurunnya angka tawuran, meningkatnya kehadiran anak-anak di sekolah, serta anak-anak yang berjalan kaki ke sekolah. “Penggunaan knalpot brong di motor juga mengalami penurunan. Namun, ini memerlukan konsistensi agar hasilnya bertahan,” tegas Dedi dalam memberikan harapan akan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda di Jawa Barat.