Komnas Perempuan Soroti Darurat Inses: 1.765 Kasus Tercatat, Angka Riil Diduga Jauh Lebih Tinggi
Tanggal: 29 Mei 2025 23:00 wib.
Jakarta, Tampang.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengeluarkan data yang mengkhawatirkan: sebanyak 1.765 kasus hubungan sedarah atau inses tercatat dalam kurun waktu 2019 hingga 2024. Angka ini, menurut Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, kemungkinan besar hanyalah "fenomena puncak gunung es" mengingat berbagai hambatan yang kerap dialami korban dalam melaporkan kasus inses.
"Disusul 822 kasus pada tahun 2020. Meskipun pada tahun-tahun berikutnya angka kasus menurun menjadi 15 kasus pada 2021, yang diduga akibat hambatan pelaporan selama pandemi, jumlah laporan kembali meningkat menjadi 433 kasus pada 2022, dan 213 kasus pada 2023," jelas Maria dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).
Hambatan Pelaporan dan Kekhawatiran Terhadap Grup 'Fantasi Sedarah'
Maria Ulfah menjelaskan bahwa korban inses menghadapi hambatan khas, seperti kurangnya dukungan dari keluarga dan ketiadaan ekosistem yang mendorong mereka untuk mendapatkan perlindungan atau meninggalkan rumah. Kondisi ini membuat Komnas Perempuan meyakini bahwa jumlah korban sesungguhnya jauh lebih besar.
Komnas Perempuan juga secara tegas mengaitkan peningkatan kasus ini dengan keberadaan grup Facebook "Fantasi Sedarah". Maria menyoroti bahwa grup tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menunjukkan bagaimana ruang digital dapat dimanfaatkan oleh predator kekerasan seksual untuk keuntungan finansial dan memperluas jaringan yang membahayakan anak dan perempuan.
"Komnas Perempuan sungguh mengkhawatirkan situasi bagi para korban yang belum terjangkau dan telah mengalami kekerasan seksual dari para predator tersebut. Inses merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang sangat membahayakan, karena terjadi dalam relasi paling dekat dengan korban," ucapnya.
Rekomendasi Mendesak Komnas Perempuan
Menanggapi situasi darurat ini, Komnas Perempuan mengeluarkan beberapa rekomendasi mendesak:
Aparat Penegak Hukum: Mendesak penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara maksimal dalam penanganan kasus inses.
Kementerian Komunikasi dan Digital: Merekomendasikan pembangunan sistem pengawasan otomatis untuk memblokir konten-konten fantasi seksual dan konten lain yang melanggar prinsip non-diskriminasi. Selain itu, diperlukan mekanisme audit atau pemantauan berkala terhadap kinerja platform digital.
Pemerintah Pusat dan Daerah: Mendesak upaya pencegahan tindak pidana kekerasan seksual secara cepat, terpadu, dan sistematis di masyarakat yang menjangkau semua keluarga, sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 79 UU TPKS.
Penyedia Platform Digital: Mendorong penguatan sistem deteksi dan penghapusan konten kekerasan seksual, serta penyediaan mekanisme laporan yang ramah korban.
Masyarakat Sipil, Media, dan Platform Digital: Mengimbau seluruh elemen ini untuk turut menciptakan ruang aman, melakukan pendidikan publik, dan aktif memantau kekerasan seksual, baik di lingkungan keluarga maupun ruang digital.
Data dan rekomendasi dari Komnas Perempuan ini menjadi alarm serius bagi semua pihak untuk bersama-sama memerangi kejahatan inses dan kekerasan seksual lainnya, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.