Komnas Haji Dorong Kuota Haji Khusus Minimal 8 Persen, Bukan Maksimal

Tanggal: 20 Agu 2025 13:20 wib.
Komisi Nasional Haji (Komnas Haji) menilai ketentuan besaran kuota haji khusus yang tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU Haji) masih perlu dikaji ulang. Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menegaskan bahwa frasa yang lebih tepat digunakan adalah minimal delapan persen untuk kuota haji khusus, bukan maksimal delapan persen seperti yang saat ini tertulis dalam draf. Menurutnya, penggunaan frasa “paling sedikit” justru akan memberikan kepastian dan fleksibilitas dalam penyelenggaraan haji, terutama ketika ada tambahan kuota mendadak dari Pemerintah Arab Saudi.

Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang diunggah melalui laman DPR RI, Pasal 8 ayat (4) menyebutkan kuota haji khusus paling tinggi delapan persen. Mustolih memandang formulasi tersebut berpotensi menimbulkan masalah karena bisa menghambat pemanfaatan kuota tambahan. Ia mencontohkan pengalaman tahun 2019 dan 2022 ketika Indonesia mendapat kuota tambahan, namun karena waktu yang diberikan sangat mepet, kuota itu tidak dapat terserap secara optimal. Menurutnya, jika aturan menyebut “minimal delapan persen”, maka penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) bisa menjadi solusi dalam mengisi kuota tambahan secara cepat.

Lebih lanjut, Mustolih mengingatkan bahwa pembatasan kuota haji khusus maksimal delapan persen berbanding lurus dengan porsi 92 persen kuota haji reguler. Namun, ketentuan tersebut dianggap rentan menimbulkan persoalan hukum apabila pemerintah tidak mampu menyerap kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi. Dengan formulasi baru, pemerintah tetap bisa mengutamakan kuota reguler, tetapi PIHK dapat mengambil peran saat ada kelebihan kuota, sehingga tidak ada peluang yang terbuang.

“Jika dalam undang-undang disebut kuota haji khusus paling sedikit 8 persen, maka ketika Arab Saudi tiba-tiba memberikan kuota tambahan, sementara pemerintah tidak siap menyalurkan di jalur reguler, PIHK bisa langsung mengisi dengan haji khusus. Ini akan jauh lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Forum Legislasi bertajuk “Revisi UU Haji demi Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pengelolaan Ibadah Haji” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Sementara itu, pemerintah telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait RUU Haji dan Umrah kepada DPR pada Senin (18/8). Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa DIM tersebut mencakup sekitar 700 poin, dengan mayoritas bersifat tetap. Penyerahan DIM ini bertujuan agar DPR segera membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU bersama pemerintah. Dengan demikian, berbagai masukan dari Komnas Haji maupun pemangku kepentingan lain dapat masuk dalam proses pembahasan dan penyempurnaan regulasi.

Perdebatan mengenai porsi kuota haji khusus ini menjadi salah satu isu krusial dalam revisi undang-undang. Bagi Komnas Haji, aturan yang ideal bukan hanya harus mengedepankan pelayanan dan perlindungan bagi jemaah, tetapi juga harus adaptif terhadap dinamika kebijakan internasional, termasuk kebijakan kuota dari Pemerintah Arab Saudi yang tidak selalu terjadwal. Karena itu, pengaturan yang lebih fleksibel diharapkan dapat memberikan solusi nyata, sekaligus mengoptimalkan kuota haji yang diberikan setiap tahunnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved