Komisi II DPR Usulkan Revisi UU Pertanahan Agar BPN Bisa Terbitkan Sertifikat Tanpa Tunggu Pengadilan
Tanggal: 20 Mei 2025 22:31 wib.
Tampang.com | Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengajukan usulan revisi Undang-Undang Pertanahan menyusul maraknya sengketa tanah di Indonesia, termasuk kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon di Yogyakarta. Rifqinizamy menegaskan bahwa penyelesaian sengketa tidak cukup dilakukan secara per kasus, melainkan harus ada perbaikan mendasar pada aturan yang berlaku.
“Kami di Komisi II DPR melihat masalah ini tidak bisa diselesaikan case by case. Jika persoalannya ada pada kewenangan yang diatur dalam undang-undang, maka revisi peraturan tersebut harus segera dilakukan,” tegas Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/5/2025).
Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah memperluas kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk langsung mengeksekusi pelanggaran. Dengan demikian, BPN dapat membatalkan dan menerbitkan ulang sertifikat tanah berdasarkan klaim yang benar tanpa harus menunggu putusan pengadilan.
“Saat ini pembatalan sertifikat hanya bisa dilakukan setelah proses pembuktian di pengadilan selesai. Dengan kewenangan baru ini, BPN bisa lebih cepat menerbitkan sertifikat yang sah sesuai fakta di lapangan,” jelas Rifqinizamy.
Rifqinizamy juga membuka kemungkinan pembentukan Panitia Kerja (Panja) untuk membahas lebih serius rencana revisi UU Pertanahan tersebut pada masa sidang mendatang. “Kami akan bawa pembahasan ini dalam rapat internal dan kemungkinan membentuk Panja,” tambahnya.
Kasus yang menjadi perhatian publik adalah sengketa tanah milik Mbah Tupon (68) di Ngentak, Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta. Mbah Tupon terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi dan dua rumahnya akibat diduga menjadi korban mafia tanah. Asetnya sudah berganti nama menjadi milik orang lain dan dijadikan jaminan pinjaman bank.
Sengketa ini bermula dari proses jual beli pada 2020, di mana Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi kepada seorang berinisial BR. Di samping itu, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanah untuk jalan dan gudang RT. Namun, seiring waktu, sertifikat tanah yang sudah dipecah justru berubah nama menjadi atas seseorang lain yang memiliki pinjaman ke bank.
Kasus ini kini tengah ditangani oleh Polda DIY sejak April 2025, dengan penyidik meminta keluarga Mbah Tupon melaporkan semua pihak yang diduga terlibat dalam mafia tanah tersebut.