Sumber foto: google

Koalisi Keterwakilan Perempuan Mengajukan Tuntutan Mendesak Kepada (DPR) Untuk Segera Memulai Pembahasan RUU Pemilu

Tanggal: 25 Apr 2025 18:57 wib.
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan tuntutan mendesak kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera memulai pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Tuntutan ini dikeluarkan dengan tujuan utama untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam tata kelola politik di Indonesia. 

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mikewati Vera Tangka, masih terdapat banyak kelemahan dalam pelaksanaan pemilu yang menghambat kenyamanan dan keamanan perempuan yang terlibat dalam kontestasi politik. Ia menekankan bahwa keamanan partisipasi perempuan tidak bisa hanya dihadirkan melalui norma-norma hukum, melainkan harus menjadi kesadaran serta tanggung jawab bersama yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari internal partai politik, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks ini, Koalisi mengusulkan gagasan untuk melakukan kodifikasi pengaturan pemilu dan pemilihan kepala daerah dalam satu naskah undang-undang. Mikewati menekankan perlunya jaminan kesetaraan hak serta perlindungan tidak hanya untuk perempuan, tetapi juga untuk masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya. Pendekatan yang inklusif ini diharapkan dapat memperkuat suara dan partisipasi semua lapisan masyarakat dalam proses politik.

Menyangkut kebijakan kesetaraan hak serta perlindungan terhadap perempuan, Koalisi telah menyusun sejumlah rekomendasi kebijakan afirmatif. Salah satunya adalah agar pembahasan RUU Pemilu dapat ditetapkan sebagai agenda prioritas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun ini. Mikewati menegaskan bahwa substansi dari RUU tersebut perlu mencakup pengaturan yang holistik dan komprehensif, yang meliputi pemilu legislatif, pemilu presiden, pemilihan kepala daerah, serta pengaturan mengenai penyelenggara pemilu, semuanya dalam satu naskah yang terintegrasi.

Lebih lanjut, Koalisi juga merekomendasikan pemberian sanksi yang tegas kepada partai politik yang gagal memenuhi syarat minimal keterwakilan perempuan, yaitu 30 persen dari daftar calon tetap. Sanksi yang diusulkan bisa berupa diskualifikasi atau pembatalan status partai politik tersebut sebagai peserta pemilu dalam daerah pemilihan yang dimaksud. Hal ini diharapkan dapat menjadi insentif bagi partai politik untuk lebih memperhatikan proporsi keterwakilan perempuan dalam setiap daftar calon.

Pengaturan lebih lanjut mengenai penempatan perempuan juga menjadi perhatian Koalisi. Mikewati menyarankan agar setidaknya 30 persen dari kursi di nomor urut satu dalam daerah pemilihan untuk pemilihan legislatif di DPR dan DPRD harus diisi oleh perempuan. Selain itu, ada juga usulan untuk mengurangi persyaratan dukungan minimal dari pemilih di daerah pemilihan di mana perempuan menjadi calon perseorangan dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Tidak hanya itu, RUU Pemilu juga diharapkan dapat mengakui pentingnya penggantian antar waktu (PAW) untuk calon perempuan yang terpilih sebagai anggota DPR dan DPRD. Mikewati menekankan bahwa calon perempuan yang mengganti posisi tersebut harus berasal dari daerah pemilihan yang sama, sehingga memastikan adanya kelanjutan keterwakilan perempuan.

Akhirnya, Koalisi juga meminta agar RUU Pemilu mengadopsi kebijakan afirmatif untuk pemilihan kepala daerah, termasuk pengurangan 30 persen dari jumlah minimal persyaratan bagi pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang salah satunya adalah perempuan. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadikan demokrasi yang lebih inklusif dan terbuka bagi semua kalangan, memastikan bahwa suara perempuan tidak hanya dihitung, namun juga didengarkan dan dipertimbangkan dengan serius dalam setiap proses pengambilan keputusan politik.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved