Ketum PBNU Bicara Halal Haram Kelola Tambang dari Jokowi
Tanggal: 16 Jun 2024 15:40 wib.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf buka suara perihal pihaknya yang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Yahya menilai, pemberian tambang kepada ormas keagamaan sejatinya merupakan jalan pemerintah untuk mencegah kebekuan dari asymmetric distribution of resourcess. Sebab menurutnya ada ketimpangan distribution resource, dimana sudah banyak perusahaan-perusahaan yang terlanjur menikmati tambang di Indonesia bahkan hingga jutaan hektare.
Pada pertemuan dengan wartawan, Ketum PBNU menyampaikan keprihatinannya terkait keberlanjutan pengelolaan tambang yang dinilai tidak sesuai dengan konsep keadilan serta mengabaikan aspek kemanusiaan. Tambang menjadi salah satu sektor kunci dalam perekonomian Indonesia, namun tindakan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat dan lingkungan menjadi perhatian serius bagi PBNU.
"Nah itu, terus gimana caranya supaya ada distribusinya lebih adil? Nah di sini pemerintahan pak Jokowi lalu cari akal. Mereka (pengusaha) dikasih deadline harus bisa menggarap lahan yang menjadi haknya sebagai izin. Yang izinnya sudah dia dapat sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak memenuhi target, maka lahan yang sudah dikasih izin itu akan dipotong. Itu namanya relinquish dan akhirnya dipotong beneran," terang Gus Yahya. "Itu artinya dijadikan sasaran. Tapi ya sasaran masuk akal, karena kalau ormas pasti dia pakai untuk urusan agamanya dan sampai kepada umatnya. Itu pikirannya itu. Kalau diserang ya biar nyerang ormas agamanya, jangan nyerang pemerintahan, gitu kan maksudnya," tegas Yahya.
Berdasarkan penelusuran, kebijakan pengelolaan tambang yang dikeluarkan oleh pemerintah dinilai masih menyisakan beragam permasalahan. Mulai dari praktek korupsi, penyalahgunaan wewenang, hingga ketidakpedulian terhadap upaya pelestarian lingkungan. Hal ini sejalan dengan data dari berbagai lembaga swadaya masyarakat dan hasil investigasi wartawan yang menunjukkan praktek-praktek yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Di sisi lain, Jokowi dan pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki situasi tersebut. Mereka telah melakukan sejumlah langkah, termasuk melakukan evaluasi terhadap perizinan tambang yang dinilai merugikan, serta memberlakukan berbagai regulasi untuk mengawasi dan mengontrol kegiatan tambang demi meminimalkan dampak negatifnya.
Sementara itu, dalam pandangan Ketum PBNU, peningkatan pengawasan dan regulasi tentu dibutuhkan, namun hal tersebut juga harus diiringi dengan keseriusan untuk mengubah praktek-praktek yang sudah berjalan. Selain itu, pemahaman yang utuh terkait sumber daya alam sebagai anugerah yang harus dikelola dengan bijaksana dan bertanggung jawab juga perlu ditanamkan kepada setiap pihak yang terlibat dalam industri tambang.
Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, PBNU memiliki peran penting dalam menegaskan perspektif Islam terkait dengan berbagai aspek kehidupan termasuk pengelolaan sumber daya alam. Pernyataan dari Ketum PBNU pun menjadi panggilan untuk membuka ruang dialog antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik demi keberlanjutan industri tambang yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Pernyataan Ketum PBNU ini menjadi sorotan media dan masyarakat, mengingat keberadaan PBNU sebagai organisasi Islam yang memiliki pengaruh besar. Harapannya, pernyataan tersebut dapat menjadi pemantik bagi berbagai pihak terkait untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan pengelolaan tambang, serta mendorong upaya-upaya nyata untuk memastikan bahwa pengelolaan tambang di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, dan keberlanjutan.
Pernyataan dari Ketum PBNU mengingatkan bahwa pentingnya memastikan bahwa pengelolaan tambang di Indonesia tidak hanya dianggap "halal" secara hukum, melainkan juga "halal" secara moral dan kemanusiaan. Dengan demikian, harapannya, industri tambang dapat menjadi sektor ekonomi yang memberikan manfaat yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan hidup.