Ketua Tim Kominfo Didakwa Bekingi Situs Judi Online, Naikkan Tarif Jadi Rp 4 Juta per Website
Tanggal: 20 Mei 2025 22:30 wib.
Tampang.com | Skandal perlindungan situs judi online kembali mencuat setelah Denden Imadudin, mantan Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal di Kementerian Komunikasi dan Informatika (kini Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi), didakwa menaikkan tarif pengamanan situs dari Rp 2 juta menjadi Rp 4 juta per website. Kenaikan tarif ini bertujuan agar situs-situs tersebut tidak diblokir oleh pemerintah.
Perkara ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (14/5/2025), sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dalam sidang tersebut, nama-nama terdakwa seperti Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto (pegawai Kemenkominfo), Alwin Jabarti Kiemas (Dirut PT Djelas Tandatangan Bersama), dan Muhrijan alias Agus, turut disebut terlibat.
Jaksa memaparkan bahwa praktik beking situs judol ini mulai aktif pada Oktober 2023 setelah Denden diperkenalkan kepada Alwin Jabarti Kiemas oleh Fakhri Dzulfiqar—pegawai Kominfo yang sebelumnya sudah lebih dulu menjalankan bisnis "pengamanan" situs dengan tarif Rp 1-2 juta.
“Tarif untuk penjagaan website perjudian dinaikkan menjadi Rp 4 juta dan disetujui oleh terdakwa Alwin,” ungkap jaksa saat membacakan dakwaan.
Sebagai Ketua Tim, Denden memiliki akses penuh terhadap data situs ilegal dan bertugas menyortir laporan yang masuk sebelum diajukan untuk pemblokiran. Namun, alih-alih menindak tegas, ia justru menyaring situs yang "dilindungi" untuk tidak diblokir, dan menyerahkannya kepada rekan-rekan timnya: Fakhri, Yudha, dan Yoga.
Praktik pemilahan ini kemudian diteruskan ke Tim Tata Kelola Pengendalian Penyelenggara Sistem Elektronik (TKPPSE), di mana situs-situs perjudian yang tidak “dijaga” oleh jaringan tersebut akan diblokir, sementara yang telah membayar dibiarkan aktif.
Skandal ini menambah daftar panjang penyalahgunaan kewenangan di instansi pemerintah dalam penanganan konten digital. Meskipun Menteri Kominfo saat itu, Budi Arie Setiadi, membantah terlibat, sejumlah pihak menilai perlu ada investigasi lanjutan untuk mengungkap siapa saja yang terlibat lebih jauh dalam jaringan ini.