Keterlibatan KPK dalam Penyelidikan Kasus Kuota Haji: SK Menag sebagai Bukti Penting
Tanggal: 14 Agu 2025 11:33 wib.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkapkan bahwa Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 mengenai Kuota Haji Tambahan untuk Tahun 1445 Hijriah atau 2024 Masehi adalah bukti penting dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengaturan kuota haji. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa keputusan tersebut resmi ditandatangani oleh mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada tanggal 15 Januari 2024. SK ini termasuk salah satu dari sejumlah bukti yang sedang dikumpulkan dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi dalam proses pengelolaan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama di tahun 2023-2024.
Saat memberi penjelasan lebih lanjut, Asep menyatakan bahwa KPK sedang dalam tahap mencari bukti tambahan yang dapat memperkuat dugaan adanya tindak pidana korupsi ini. "Kami juga ingin mendalami lebih jauh mengenai latar belakang penerbitan SK tersebut. Pada umumnya, dalam posisi menteri, tentu ada proses tertentu yang harus dilalui. Kami ingin tahu apakah SK itu memang disusun oleh menteri yang bersangkutan atau sudah siap sebelum dia menjabat," tuturnya.
KPK berkomitmen untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam proses pembuatan SK tersebut. Apakah keputusan ini berasal dari bawah atau ada arahan langsung dari atas? Pertanyaan ini menjadi kunci dalam investigasi yang sedang berlangsung.
Dalam SK Menag Nomor 130 Tahun 2024, terdapat alokasi kuota haji tambahan sebanyak 20.000 orang, yang mencakup pembagian sebesar 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus. Sebelumnya, KPK juga mengumumkan bahwa mereka telah memulai penyidikan terkait dugaan korupsi dalam penentuan dan pelaksanaan ibadah haji pada Kementerian Agama untuk tahun 2023-2024 pada tanggal 9 Agustus 2025. Ini dilakukan setelah KPK memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk memberikan klarifikasi pada tanggal 7 Agustus 2025.
KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian yang dialami negara akibat kasus ini, di mana pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa kerugian awal cukup signifikan, mencapai lebih dari Rp1 triliun. Pada tanggal yang sama, KPK juga mencegah tiga individu, termasuk Yaqut dan mantan staf khususnya, untuk bepergian ke luar negeri.
Tidak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji di DPR RI sebelumnya juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Salah satu sorotan utama yang mereka angkat adalah terkait pembagian kuota 50:50 dari alokasi tambahan 20.000 kuota yang diterima dari pemerintah Arab Saudi. Kementerian Agama memutuskan untuk membagi kuota menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Namun, pembagian ini dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam undang-undang tersebut, diatur bahwa kuota haji khusus maksimal sebesar 8 persen, yang berarti bahwa 92 persen seharusnya dialokasikan untuk kuota haji reguler. Kejanggalan ini membuka ruang lebih dalam untuk dilakukan penyelidikan oleh KPK dalam upaya memberantas praktik korupsi yang merugikan masyarakat.