Kereta Cepat Mau Diperluas ke Surabaya, Apakah Benar-Benar Dibutuhkan?
Tanggal: 11 Mei 2025 07:56 wib.
Tampang.com | Setelah peresmian kereta cepat Jakarta–Bandung, pemerintah kembali menggulirkan wacana perluasan proyek ini ke Surabaya. Ambisinya besar, biayanya tidak kecil, dan pro-kontra pun mencuat. Apakah proyek ini menjawab kebutuhan mobilitas masyarakat atau sekadar pencitraan infrastruktur?
Proyek Ambisius, Biaya Fantastis
Rencana perluasan rute kereta cepat Jakarta–Surabaya diproyeksikan menelan anggaran hingga lebih dari Rp150 triliun. Pemerintah berdalih, proyek ini akan memangkas waktu tempuh dan mendorong pertumbuhan ekonomi antarwilayah. Namun, sejumlah ekonom mempertanyakan urgensinya.
“Kita bicara efisiensi, tapi apakah benar masyarakat butuh transportasi super cepat? Apa tidak lebih mendesak membenahi jalur kereta eksisting dan memperluas transportasi publik lokal?” kata Wicaksono, peneliti kebijakan transportasi dari ITB.
Ia juga menyoroti potensi beban utang luar negeri dan jaminan negara dalam proyek kerja sama seperti ini, terutama jika proyeksi penggunaannya tidak realistis.
Pengguna Kereta Cepat Masih Terbatas
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengguna kereta cepat Jakarta–Bandung belum mencapai target yang ditetapkan. Tiket yang relatif mahal, keterbatasan akses ke stasiun, serta waktu tempuh yang tidak terlalu jauh beda dengan KA Argo Parahyangan menjadi faktor penghambat.
“Jika yang sekarang saja belum optimal, mengapa buru-buru diperluas?” ujar Wicaksono.
Menurutnya, keberhasilan infrastruktur tidak hanya dilihat dari kecepatan, tapi juga keterjangkauan dan integrasi dengan moda transportasi lain.
Transportasi Daerah Masih Tertinggal
Di luar Pulau Jawa, kondisi transportasi umum masih jauh dari kata layak. Banyak daerah belum punya akses kereta api, apalagi moda cepat. Jalan rusak dan minimnya armada transportasi lokal justru menjadi masalah nyata yang sering diabaikan.
“Prioritas harusnya ke konektivitas dasar. Di luar Jawa, masyarakat masih kesulitan pergi ke rumah sakit atau sekolah karena akses jalan buruk,” kata Siti Kurnia, aktivis mobilitas berkeadilan dari Makassar.
Ia menyebut bahwa proyek megainfrastruktur seringkali terlalu Jawa-sentris dan tidak berpihak pada masyarakat kecil di pelosok.
Solusi: Evaluasi Kebutuhan dan Fokus Pembangunan Inklusif
Pengembangan transportasi harus berbasis kebutuhan riil masyarakat. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan sebelum memperluas proyek kereta cepat. Pemerintah juga perlu menyeimbangkan alokasi anggaran agar tidak hanya terpusat di wilayah urban yang sudah maju.
“Pemerataan infrastruktur lebih penting daripada mengejar kecepatan semata. Akses dasar harus dituntaskan dulu sebelum bicara teknologi tinggi,” tambah Siti.
Infrastruktur Harus Adil dan Efektif
Pembangunan nasional tidak boleh semata mengejar prestise, tapi harus dirancang untuk menjawab persoalan riil masyarakat. Kereta cepat boleh dikembangkan, asalkan tidak mengorbankan kebutuhan dasar jutaan warga yang masih kesulitan akses transportasi dan pelayanan publik.
“Kecepatan memang penting, tapi keadilan dan relevansi jauh lebih krusial dalam membangun negeri,” tutup Wicaksono.