Kemenaker Dikritik Kurang Serius Tangani Diskriminasi Rekrutmen Tenaga Kerja
Tanggal: 1 Jun 2025 10:23 wib.
Jakarta, Tampang.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menghadapi desakan kuat dari kalangan serikat pekerja untuk menunjukkan keseriusan yang lebih besar dalam memberantas praktik diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), berpendapat bahwa langkah Kemenaker yang hanya menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait larangan diskriminasi masih terkesan setengah hati dalam menyelesaikan persoalan krusial ini.
"Saya tidak tahu apa pertimbangannya Kementerian Tenaga Kerja hanya mengeluarkan surat edaran. Kalau saya lihat, itu terkesan masih setengah hati,” ungkap Mirah kepada Kompas.com pada Sabtu (31/5/2025). Meskipun demikian, ia mencoba melihat dari sisi positif, “Tapi saya berpikir positif, mungkin karena mendesak jadi sifatnya agak terburu-buru."
Mirah menyoroti pola yang terjadi pada masalah ketenagakerjaan lain yang diatur hanya melalui surat edaran, seperti pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Ia mencatat bahwa meskipun Kemenaker setiap tahun mengeluarkan SE mengenai THR dan sanksi hukumnya sudah jelas diatur dalam undang-undang, banyak perusahaan yang tetap melanggar. "Faktanya, banyak perusahaan yang tidak mau bayar THR pekerjanya, padahal itu sudah jelas-jelas ada sanksi pidananya,” kata Mirah. “Nah, kalau surat edaran saja tidak dilaksanakan padahal sudah ada hukum yang mengatur, apalagi ini, yang belum ada sanksinya," tambahnya, merujuk pada SE diskriminasi rekrutmen yang belum memiliki sanksi eksplisit.
Oleh karena itu, Mirah menyarankan agar SE tersebut segera ditindaklanjuti dengan regulasi yang lebih kokoh, seperti Keputusan Menteri (Kepmen) atau Peraturan Menteri (Permen), guna memastikan implementasi yang lebih efektif dan kekuatan hukum yang mengikat. "Surat edaran ini kan masih hangat, masih baru. Saya kira tidak ada salahnya kalau Kemnaker mengeluarkan lanjutan di atasnya, seperti keputusan menteri atau peraturan menteri," tegasnya. Selain itu, Kemenaker juga didorong untuk melibatkan serikat pekerja dalam perumusan kebijakan lanjutan ini, agar aspirasi buruh, termasuk penghapusan syarat-syarat kerja yang tidak relevan seperti penampilan fisik, berat badan, atau warna kulit, dapat terakomodasi dengan baik.
Menanggapi kritik tersebut, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer mengakui bahwa SE yang ada memang masih lemah dan perlu diperkuat. Ia menjelaskan bahwa SE ini merupakan langkah awal menuju peraturan yang lebih substansial, dengan opsi untuk menjadikannya peraturan menteri (Permen). "Penerbitan Permen memerlukan harmonisasi. Untuk menerbitkan Permen, perlu ada SE dulu. SE ini adalah upaya perlindungan para pencari kerja,” ujar Noel, sapaan akrabnya. Noel bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa gagasan antidiskriminasi dalam rekrutmen ini akan diintegrasikan ke dalam Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang sedang dibahas di parlemen. “Kalau seandainya mau lebih tinggi lagi, ya jadi undang-undang,” pungkasnya.