Sumber foto: website

Kekacauan! Pencurian dan Kerusakan Alat Pemantau Gempa dan Peringatan Dini Tsunami di 10 Wilayah Ini

Tanggal: 16 Feb 2025 17:25 wib.
Tampang.com | Direktur Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, mengungkapkan bahwa dalam rentang waktu 2015 hingga 2025, terdapat 10 kasus pencurian dan pengrusakan alat monitoring gempa serta peringatan dini tsunami di berbagai daerah di Indonesia. Kasus-kasus tersebut mencatatkan angka kejadian yang cukup signifikan, dengan Sidrap di Sulawesi Selatan dan Garut di Jawa Barat sebagai lokasi yang paling sering terdampak.

“Berdasarkan catatan BMKG, sejak tahun 2015 terdapat setidaknya sepuluh kali insiden pencurian dan kerusakan peralatan pemantauan yang ada,” jelas Daryono dalam rilisnya pada 15 Februari 2025. 

Berbagai lokasi yang terlibat dalam kasus ini antara lain Cisompet di Garut yang mengalami dua kali insiden pada tahun 2015, Muara Dua di Sumatera Selatan pada tahun 2017, serta Manna di Bengkulu pada tahun 2018. Lebih lanjut, pada tahun 2022, ada sejumlah insiden yang tercatat di Indragiri Hilir, Riau, Kluet Utara di Aceh Selatan, Sorong di Papua Barat, Jambi, dan Sausapor di Tambrauw, Papua Barat. Terakhir, insiden di Pulau Banyak, Aceh Singkil pada tahun 2024 dan juga di Sidrap pada tahun 2025 dengan catatan four kali kasus pencurian.

Daryono menyebutkan bahwa insiden paling baru terjadi di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, pada 12 Februari 2025, di mana pada malam tersebut, para pencuri berhasil menggasak enam unit aki yang merupakan sumber daya utama untuk menghidupkan sensor seismograf dan dua unit panel surya yang terpasang di bangunan shelter stasiun SPSI (Sidrap-Indonesia). Kejadian ini menjadi yang keempat kalinya pencurian dan perusakan terjadi di lokasi yang sama.

Lebih parahnya, dalam kejadian terbaru ini, pencuri tidak hanya mengambil peralatan, tetapi juga merusak bangunan shelter dengan membongkar bagian dalamnya. Akibat tindakan merugikan ini, BMKG terpaksa mencabut seluruh peralatan yang tersisa, termasuk sensor, digitizer, dan perangkat komunikasi lainnya, guna mencegah kerugian yang lebih besar. 

Daryono menekankan pentingnya peralatan pemantauan ini, mengingat lokasi Sidrap berada di jalur patahan aktif Sesar Walanae, yang dikenal sebagai daerah rawan gempa. Berdasarkan laporan dari Pusat Gempa Nasional (Pusgen) tahun 2017, Sesar Walanae di Sulawesi Selatan merupakan sesar regional yang memiliki potensi memicu gempa dengan kekuatan hingga magnitudo Mw7,1. Peta seismisitas wilayah ini menunjukkan bahwa kawasan Teluk Mandar, Pinrang, Rappang, dan Pare Pare memiliki tingkat aktivitas kegempaan yang sangat tinggi akibat Sesar Walanae.

Wilayah tersebut juga memiliki risiko terhadap dampak ikutan dari gempa, seperti longsor, runtuhan batu, dan likuifaksi. Tidak sedikit, wilayah tersebut pernah diguncang oleh gempa yang cukup dahsyat. Contohnya, gempa dengan kekuatan Mw6,0 yang terjadi pada 29 September 1997, merenggut 16 nyawa dan menyebabkan lebih dari 200 rumah mengalami kerusakan. Dalam konteks ini, pencurian alat BMKG tentu berpotensi meningkatkan risiko keselamatan masyarakat. Tanpa adanya sensor yang berfungsi dengan baik, kecepatan dan akurasi BMKG dalam memberikan informasi tentang gempa dan peringatan dini tsunami di daerah Sulawesi Selatan bakal terpengaruh.

Ingatlah juga bahwa Sulawesi Selatan pernah terdampak will tsunami yang dipicu gempa Mw6,3 pada 11 April 1967, yang menyebabkan 58 orang kehilangan nyawa. Kejadian-kejadian ini jelas menunjukkan betapa pentingnya peran alat pemantau gempa dan sistem peringatan dini tsunami. Keberlanjutan dan fungsi alat ini sangat vital dalam menjaga keselamatan masyarakat yang tinggal yaitu di daerah yang rawan bencana.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved