Kejaksaan Agung Terus Upayakan Pemanggilan CEO Navayo dalam Kasus Korupsi Satelit Kemenhan
Tanggal: 20 Mei 2025 22:26 wib.
Tampang.com | Kejaksaan Agung masih intensif melakukan koordinasi untuk memanggil Gabor Kuti, CEO perusahaan Navayo International AG yang berstatus warga negara Hungaria, terkait kasus korupsi proyek pengadaan user terminal satelit di Kementerian Pertahanan tahun 2016. Upaya pemanggilan ini menjadi tantangan karena Gabor saat ini berada di luar negeri, sehingga penyidik tengah menjajaki berbagai langkah, termasuk kemungkinan pemeriksaan di luar Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik di Jampidmil aktif berkoordinasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga, terutama Kementerian Luar Negeri, guna memastikan proses pemanggilan dan pemeriksaan dapat berjalan sesuai aturan.
“Koordinasi dengan Kemenlu sudah dilakukan melalui beberapa rapat, dan saat ini kami terus mencari opsi terbaik, apakah Gabor bisa dipanggil ke Indonesia atau diperiksa di luar negeri,” ungkap Harli saat ditemui di Kejagung, Jakarta, Senin (19/5/2025).
Kasus ini bermula dari penandatanganan kontrak senilai hampir 30 juta dolar AS antara Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Leonardi, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dengan Gabor Kuti dari Navayo. Namun, proses pengadaan ini diduga melanggar aturan karena tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa yang sah, dan adanya keterlibatan Anthony Thomas Van Der Hayden sebagai perantara sekaligus Tenaga Ahli Satelit di Kemenhan.
Navayo pun telah mengirimkan empat invoice yang ditagihkan kepada Kementerian Pertahanan, meski faktanya pengadaan satelit tersebut tidak disertai anggaran yang memadai hingga tahun 2019. Pada awal 2025, Indonesia bahkan harus membayar denda sebesar lebih dari 20 juta dolar AS setelah kalah dalam putusan arbitrase di Singapura.
Pemeriksaan lebih mendalam yang dilakukan oleh para ahli satelit Indonesia juga menemukan bahwa Navayo gagal membangun program user terminal sesuai kontrak, sehingga potensi kerugian negara mencapai sekitar 21 juta dolar AS.
Ketiga tersangka dalam perkara ini, yaitu Leonardi, Anthony Thomas Van Der Hayden, dan Gabor Kuti, disangkakan melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP. Penetapan tersangka ini sekaligus sebagai dasar hukum untuk mengeksekusi putusan arbitrase internasional dan melakukan penyitaan terhadap beberapa properti terkait di luar negeri.
Upaya Kejaksaan Agung untuk menghadirkan Gabor Kuti di Indonesia masih terus dilakukan demi proses hukum yang transparan dan adil, dengan harapan keadilan bagi negara dapat segera terwujud.