Kebijakan Harga Gas Murah kepada Industri di Indonesia dan Dampaknya terhadap Penerimaan Negara
Tanggal: 13 Jul 2024 09:27 wib.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia telah mengungkapkan rencana pemerintah untuk melanjutkan kebijakan penyediaan harga gas 'murah' atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU untuk 7 industri setelah akhir tahun 2024. Industri-industri tersebut termasuk diantaranya industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, hingga sarung tangan karet. Arifin, seorang pejabat di Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa kebijakan HGBT akan dilanjutkan tanpa ada perubahan.
Dalam konteks penerimaan negara, Arifin menyatakan bahwa akan terjadi pertukaran antara penerimaan dan manfaat yang akan didapatkan. Jika produktivitas industri naik, maka penerimaan negara dalam bentuk pajak juga akan meningkat. Selain itu, daya saing produk yang dihasilkan oleh industri yang menerima HGBT juga akan lebih baik.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga telah memastikan bahwa pemberlakuan program HGBT untuk industri akan dilanjutkan. Ia menjelaskan bahwa keputusan ini mencakup 7 sektor industri yang sudah menerima HGBT, dan masih dalam tahap kajian untuk perluasan kepada 24 industri lainnya.
Dalam rapat terbatas terkait HGBT, Airlangga juga mengumumkan bahwa PT Pertamina diberi tugas untuk membangun infrastruktur gas, terutama untuk regasifikasi liquefied natural gas (LNG) atau gas alam yang diubah menjadi bentuk cair. Selain itu, kawasan industri diberikan izin untuk melakukan regasifikasi LNG serta pengadaan LNG dari luar negeri.
Penyediaan harga gas 'murah' kepada industri memiliki dampak yang signifikan terhadap penerimaan negara. Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing industri, yang pada gilirannya diharapkan akan menghasilkan peningkatan penerimaan negara melalui pajak.
Dalam konteks yang lebih luas, keberlanjutan kebijakan HGBT juga dapat memengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Industri-industri yang menerima harga gas murah dapat diharapkan akan lebih kompetitif di pasar domestik maupun internasional. Dengan demikian, hal ini dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi negara.
Namun, di sisi lain, keberlanjutan kebijakan HGBT juga memunculkan beberapa pertanyaan terkait dengan potensi kerugian penerimaan negara. Meskipun kebijakan ini diharapkan dapat mendorong peningkatan produktivitas industri, namun jika tidak diiringi dengan pengawasan dan pengendalian yang tepat, ada potensi bahwa penerimaan negara melalui pajak dari sektor industri tersebut juga dapat terganggu. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa implementasi kebijakan ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan pengawasan yang ketat.
Peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan kajian mendalam terkait dengan dampak ekonomi dan fiskal jangka panjang dari kebijakan HGBT ini, sehingga dapat memiliki gambaran yang lebih komprehensif terkait dengan potensi dampak positif dan negatif dari keberlanjutan kebijakan tersebut.
Melalui kebijakan ini, pemerintah juga diharapkan melakukan peran aktif dalam memastikan bahwa industri-industri yang menerima HGBT juga turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. Misalnya, pemerintah dapat mendorong industri-industri ini untuk meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan, serta memberikan kontribusi dalam program pelatihan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya manusia di sektor industri tersebut.