Kebakaran Hutan Terus Berulang, Sanksi Tak Mampu Hentikan Pelaku?
Tanggal: 17 Mei 2025 14:03 wib.
Tampang.com | Asap tebal kembali menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatra dan Kalimantan. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terus berulang tiap tahun menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku—baik individu maupun korporasi—masih jauh dari efektif.
Pola Lama, Masalah Tak Pernah Selesai
Setiap musim kemarau, ribuan hektare hutan terbakar. Polanya berulang: dimulai dari pembukaan lahan, lalu meluas menjadi bencana ekologis yang mengancam kesehatan dan ekonomi masyarakat.
“Ini bukan lagi bencana alam, tapi bencana kebijakan dan penegakan hukum,” ujar Retno Ayuningtyas, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Nusantara (WALHI).
Korporasi Sering Tak Tersentuh
Meski berbagai nama perusahaan disebut-sebut terlibat dalam pembakaran, banyak di antaranya hanya dikenai sanksi administratif atau denda ringan—jauh dari efek jera.
“Beberapa kasus bahkan mandek di tingkat penyidikan. Penegakan hukum lemah karena adanya konflik kepentingan,” jelas Retno.
Dampak Kesehatan dan Ekonomi Tak Terelakkan
Data Kementerian Kesehatan mencatat peningkatan signifikan kasus ISPA di wilayah terdampak asap. Selain itu, penerbangan terganggu dan aktivitas ekonomi lokal lumpuh karena jarak pandang terbatas.
“Rakyat kecil yang jadi korban utama, tapi pelakunya tetap bisa melanjutkan bisnis seolah tak terjadi apa-apa,” tambahnya.
Solusi: Hukum Tegas dan Moratorium Izin
Aktivis dan akademisi menuntut adanya moratorium izin baru untuk pembukaan lahan gambut, serta peninjauan kembali terhadap perusahaan yang berulang kali terlibat dalam karhutla.
“Kalau negara ingin serius, mulai dari cabut izin, penjara direksi, hingga buka data kepemilikan lahan korporasi,” tegas Retno.
Lindungi Hutan, Lindungi Masa Depan
Kebakaran hutan bukan hanya soal hari ini. Ini tentang generasi mendatang yang akan mewarisi lingkungan rusak jika hukum hanya jadi formalitas.