Sumber foto: Google

Kebakaran Hutan Mengintai Lagi, Siapa yang Sebenarnya Bertanggung Jawab?

Tanggal: 13 Mei 2025 21:42 wib.
Tampang.com | Asap pekat mulai menyelimuti beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan menjelang musim kemarau 2025. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menjadi ancaman serius, memicu kekhawatiran akan bencana ekologis yang berulang setiap tahun.

Awal Tahun, Api Sudah Muncul di Beberapa Titik
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), titik panas mulai terpantau sejak April di wilayah Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat. Padahal, puncak musim kemarau belum tiba.

“Ini sinyal peringatan dini. Jika tidak ada tindakan cepat, kita akan menghadapi situasi seperti 2015 atau 2019,” kata Rahmat Budi, analis lingkungan dari Forest Watch Indonesia (FWI).

Peran Korporasi dan Kelemahan Penegakan Hukum
Meski sejumlah perusahaan pernah dijatuhi sanksi, praktik pembakaran lahan untuk ekspansi perkebunan sawit masih terjadi. Sayangnya, hanya sebagian kecil yang benar-benar dihukum. Banyak pelaku yang lolos karena lemahnya pengawasan dan minimnya tindakan tegas.

“Masalahnya bukan hanya alam yang kering, tapi juga sistem hukum yang longgar,” tegas Rahmat.

Dampak Kesehatan dan Sosial yang Selalu Diulang
Dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) hingga gangguan pendidikan akibat kabut asap, masyarakat sipil kembali menjadi korban utama. Ironisnya, mereka paling terdampak tapi paling sedikit didengar dalam pengambilan keputusan.

“Setiap tahun kita sesak napas, dan setiap tahun kita dengar janji penanganan. Tapi realitanya selalu sama,” ungkap Lilis Mariana, warga Palangkaraya.

Kebijakan yang Masih Bersifat Reaktif, Bukan Preventif
Pemerintah pusat dan daerah sering kali baru bergerak setelah api menjalar luas. Padahal, pencegahan melalui patroli, deteksi dini, dan edukasi masyarakat semestinya jadi prioritas. Dana penanggulangan pun kerap terlambat cair.

“Kalau pola pikirnya masih pemadam kebakaran, bukan pencegahan, maka bencana ini akan terus jadi siklus tahunan,” tambah Rahmat.

Tanggung Jawab Bersama, Tapi Negara Harus Jadi Motor Utama
Aktivis lingkungan menyerukan agar pemerintah memperkuat kebijakan perlindungan ekosistem dan meningkatkan transparansi soal pelaku kebakaran. Selain itu, peran masyarakat adat dan lokal dalam menjaga hutan harus diakui dan dilibatkan dalam sistem pengawasan.

“Kalau hutan dijaga bersama tapi hanya dirusak oleh segelintir, maka negara wajib hadir untuk menegakkan keadilan ekologis,” tutup Rahmat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved