Kawasan Kalijodo: Dulu Marak Prostitusi, Kini Banyak Pungli
Tanggal: 30 Jun 2024 22:54 wib.
Kalijodo, kawasan yang terletak di Angke, Jakarta Barat, memiliki sejarah panjang sebagai wilayah yang pernah terkenal dengan perjudian, pelacuran, hingga tempat hiburan ilegal. Namun, nama Kalijodo sebenarnya bukan berasal dari suatu daerah tertentu. Meskipun begitu, munculnya praktik pungutan liar (pungli) di kawasan ini telah menjadi perhatian serius masyarakat dan pihak berwenang.
Seiring berjalannya waktu, Kalijodo berubah menjadi lingkungan prostitusi dan perjudian bergaya mewah. Pada tahun 2002, perputaran uang dari lapak-lapak judi di Kalijodo mencapai Rp500 juta hingga Rp1,5 miliar per hari. Namun, pada tahun 2016, Pemerintah DKI Jakarta merencanakan penertiban kawasan prostitusi dan perjudian Kalijodo. Kini, Kalijodo telah berubah 180 derajat menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang bisa dikunjungi keluarga di akhir pekan.
Namun, perubahan tersebut tidak sepenuhnya menghilangkan masalah di Kalijodo. Sejumlah warga mengeluhkan dugaan pungutan liar (pungli) di Jalan Kepanduan II, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, tepatnya di area masuk RPTRA Kalijodo. Warga mengeluhkan setiap kendaraan yang melintas di jalan itu harus membayar sebesar Rp5.000 untuk motor dan Rp10.000 untuk mobil.
Jalan Kepanduan II ini merupakan jalur alternatif dari Teluk Gong Penjaringan Jakarta Utara menuju ke Tambora Jakarta Barat dan sering dimanfaatkan sebagai tempat parkir liar kendaraan pengunjung RPTRA Kalijodo. "Parkiran tersebut adalah jalanan umum yang dijadikan tempat parkiran liar, setiap kendaraan baik itu mobil maupun motor tidak boleh lewat kecuali harus mengambil karcis dan membayar seperti jalan tol," ujar Ujang, salah satu warga Penjaringan.
Lebih lanjut, Ujang menjelaskan bahwa aksi pungli itu sudah terjadi sejak tahun 2017 dan cukup meresahkan warga. Pasalnya, di tengah-tengah Jalan Kepanduan II terdapat portal, sehingga orang yang tidak mau membayar karcis maka portalnya tidak dibukakan dan dilarang melintas.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pihak berwenang perlu meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap praktik pungli di Kalijodo. Selain itu, perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat terkait hak-hak mereka dan bahaya pungli bagi kemajuan kawasan. Langkah-langkah nyata seperti penegakan hukum yang tegas dan transparan perlu diterapkan guna memberikan efek jera bagi para pelaku pungli.
Transformasi Kawasan Kalijodo dari tempat prostitusi menjadi taman rekreasi seharusnya menjadi contoh sukses dalam upaya penataan kawasan dan perubahan pola pikir masyarakat. Namun, dengan maraknya praktik pungli di kawasan ini, upaya pembersihan dan perubahan tersebut ternyata belum menemui titik final. Pihak terkait perlu segera bertindak untuk menangani masalah pungli dengan serius guna menjaga momentum positif dalam transformasi Kalijodo.