Kasus Korupsi Dana Iklan Bank BJB, Dari Anggaran Rp 409 Miliar Ada Rp 222 Miliar yang Fiktif

Tanggal: 15 Mar 2025 13:32 wib.
Tampang.com | Penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau yang lebih dikenal sebagai Bank BJB, telah mengungkap fakta-fakta mengejutkan. Metode yang digunakan oleh KPK dalam penyidikan ini adalah penelusuran aliran uang atau yang dikenal dengan istilah "follow the money". Proses ini dilakukan untuk melacak bagaimana penggunaan dana tersebut, siapa yang menerima, dan apakah ada perubahan bentuk dari uang yang dialokasikan.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, memberikan keterangan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk iklan Bank BJB selama periode 2021-2023 mencapai angka Rp409 miliar. Namun, setelah dipotong pajak, angka tersebut berkurang menjadi sekitar Rp300 miliar. Dari total tersebut, hanya sekitar Rp100 miliar yang benar-benar digunakan untuk keperluan yang sesuai dengan peruntukannya. Hal yang lebih mencengangkan adalah terungkapnya bahwa sekitar Rp222 miliar dari total anggaran tersebut diduga merupakan penggunaan yang tidak riil atau fiktif.

Selama penyelidikan dilakukan, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Di antara tersangka tersebut adalah Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, dan Kepala Divisi Corsec Bank BJB, Widi Hartoto, yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain mereka, tiga orang lainnya yang terlibat adalah pengendali dari beberapa agensi yang terlibat dalam pengadaan iklan, yaitu Antedja Muliatama, Cakrawala Kreasi Mandiri, dan beberapa lainnya.

Dari keterangan awal yang diperoleh oleh KPK, dana yang diterima oleh enam agensi terkait sangat bervariasi. Misalnya, PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima Rp41 miliar, sedangkan PT Cipta Karya Sukses Bersama menerima Rp105 miliar. Beberapa agensi lainnya, seperti PT Antedja Muliatama, mencatatkan penerimaan sebesar Rp99 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspress mendapatkan Rp49 miliar. Data ini menunjukkan betapa besarnya alokasi yang diberikan namun tidak sesuai dengan penggunaan yang wajar.

Dalam proses penyidikan, Budi juga menjelaskan bahwa YR dan WH diduga telah sengaja menyiapkan agensi-agensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana yang tidak tercatat dalam anggaran resmi atau budgeter. Penunjukan agensi-agensi ini diduga melanggar peraturan internal Bank BJB, yang mengatur proses pengadaan barang dan jasa. Tindakan ini tidak hanya merugikan bank, tetapi juga merugikan keuangan negara secara keseluruhan.

Melihat dari situasi ini, terlihat jelas bahwa kolaborasi antara manajemen Bank BJB dan agensi yang dianggap ilegal tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Analis menunjukkan bahwa terdapat kesepakatan antara agensi dan pihak BJB, termasuk Direktur Utama dan pimpinan divisi corsec, yang mengarah pada tindakan korupsi untuk memanfaatkan anggaran publik. Proses hukum terhadap kelima tersangka ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Penyidikan yang dilakukan KPK ini bukan hanya sekadar merespons dugaan tindak pidana korupsi, tetapi juga menjadi cerminan bagi institusi publik untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menjalankan anggaran negara. Sistem pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved