Kasus Impor Gula, Tom Lembong Sebut Nama Jokowi di Pengadilan
Tanggal: 19 Nov 2024 09:28 wib.
Mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menyampaikan bahwa selama menjabat beliau tak pernah menerima teguran dari Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi). Namun, ironisnya, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Menurut pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, dalam persidangan pada Senin (18/11/2034), "Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari Presiden yang menjabat saat itu."
Oleh karena itu, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak didasarkan pada dua alat bukti. Hingga saat ini, Tom Lembong belum mendapatkan informasi detail mengenai dokumen dan alat bukti yang menjadi dasar penetapannya sebagai tersangka.
Dia menilai bahwa ada kesalahan dalam proses penetapan tersangka oleh Kejagung karena pada saat Tom Lembong menyetujui soal impor gula, beliau masih belum menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Selain itu, keputusan tersebut diambil dalam rapat yang telah diatur dalam aturan yang berlaku.
Tom Lembong juga menilai bahwa Kejagung telah mengabaikan audit kerugian negara yang seharusnya dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Menurut Zaid, Kejagung seharusnya melakukan penelusuran terhadap aliran dana ke sejumlah perusahaan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Tom Lembong.
Zaid menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat dijadikan tersangka dalam kasus korupsi tanpa adanya hasil audit investigasi dan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh auditor negara. Dia berpendapat bahwa dalam kasus impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong, hal tersebut merupakan ranah hukum administrasi negara dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat, bukan sebagai tindak pidana.
Selanjutnya, Zaid juga mempertanyakan sikap Kejagung dalam menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka tanpa bukti cukup, di mana tidak terdapat hasil audit BPK yang menyatakan bahwa Tom Lembong merugikan negara hingga Rp400 miliar.
Tom Lembong juga tidak diberi kesempatan untuk menunjuk kuasa hukumnya sendiri, karena Kejagung sudah menyiapkan kuasa hukum untuk beliau tanpa memberikan kesempatan untuk memilih sendiri.
Dalam pembelaannya, Zaid menyatakan bahwa, "Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari Presiden yang menjabat saat itu. Dengan demikian, tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh Presiden selaku Kepala Negara dan merupakan pimpinan pemohon."
Zaid juga menegaskan bahwa pernyataan Kejagung telah terjadi kerugian negara sebesar Rp400 miliar tanpa didasarkan pada hasil audit BPK RI merupakan bentuk abuse of power serta merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Tom Lembong.
Lebih lanjut, Zaid juga menyoroti bahwa Tom Lembong tidak diberi kesempatan untuk meminta bantuan penasihat hukum yang sesuai dengan hati nuraninya, karena Kejagung memaksakan kehendaknya dengan menunjuk sendiri penasihat hukum untuk beliau.
Dalam pandangan publik, kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan nama seorang mantan pejabat tinggi di pemerintahan. Penanganan kasus ini harus dilakukan secara transparan dan adil, sehingga masyarakat dapat percaya bahwa penegakan hukum di negara ini dilakukan tanpa adanya intervensi atau kepentingan politik. Kejagung diharapkan dapat memberikan penjelasan yang transparan mengenai dasar penetapan tersangka terhadap Tom Lembong, termasuk bukti-bukti yang menjadi alasan penetapan tersangka. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.
Sebagai mantan pejabat pemerintahan yang cukup berpengaruh, Tom Lembong tentu menginginkan proses hukum yang adil dan tidak didasarkan pada asumsi atau kepentingan politik tertentu. Sebagaimana diatur dalam undang-undang, setiap individu dianggap tidak bersalah sampai terbukti secara sah dan meyakinkan sebaliknya. Oleh karena itu, pembuktian yang berkeadilan dan tidak didasarkan pada asumsi semata menjadi sangat penting dalam kasus ini.
Kasus ini juga mengingatkan pentingnya transparansi dalam setiap langkah penegakan hukum, termasuk dalam proses penyelidikan dan penetapan tersangka. Kejagung dan aparat penegak hukum lainnya diharapkan untuk melakukan proses hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak terpengaruh oleh tekanan atau kepentingan tertentu.
Sebagai warga negara, kita berharap bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan, sehingga proses hukum dapat berjalan dengan baik dan keadilan dapat ditegakkan tanpa pandang bulu. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum sangatlah penting demi menjaga kestabilan dan keamanan dalam masyarakat. Diharapkan bahwa penyelesaian kasus ini dapat memberikan pembelajaran bagi semua pihak, terutama dalam memastikan keadilan dan transparansi dalam setiap proses hukum yang dilakukan.