Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji: KPK Cegah Mantan Staf Khusus Menag dan Pemilik Maktour
Tanggal: 13 Agu 2025 09:12 wib.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengambil langkah tegas dengan mencekal mantan staf khusus Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), Ishfah Abidal Aziz (IAA), serta pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur (FHM). Langkah ini diambil dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi yang menyangkut penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji untuk tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama.
Dalam pernyataannya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa surat keputusan terkait larangan bepergian ke luar negeri untuk ketiga individu tersebut dikeluarkan pada 11 Agustus 2025. Surat ini berlaku selama enam bulan, dan tindakan tersebut dianggap krusial mengingat kehadiran mereka di dalam negeri sangat dibutuhkan untuk membantu proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Penyidikan resmi atas perkara ini dimulai KPK setelah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025. KPK juga berupaya berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia untuk menghitung potensi kerugian yang dialami negara akibat kasus ini. Dan pada 11 Agustus 2025, KPK mengungkapkan bahwa estimasi awal kerugian negara terkait kasus ini sudah mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Lebih lanjut, sebelum penanganan kasus ini dilanjutkan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji dari DPR RI juga sempat mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Salah satu sorotan utama dari Pansus adalah mengenai pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Dari total kuota tambahan tersebut, Kementerian Agama memutuskan untuk membagi 10.000 kuota untuk haji reguler dan 10.000 kuota untuk haji khusus. Pembagian ini dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan bahwa kuota untuk haji khusus seharusnya hanya 8 persen, sedangkan kuota untuk haji reguler diatur sebesar 92 persen. Kejanggalan dalam pembagian ini tentunya menciptakan tanda tanya besar mengenai transparansi dan keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air.