Kampanye Anti-Korupsi Terus Digalakkan… Setelah Pelakunya Ditangkap Duluan
Tanggal: 13 Apr 2025 16:19 wib.
Tampang.com | Sebuah pemandangan yang mulai terasa akrab di layar kaca dan media sosial: poster anti-korupsi, deklarasi integritas, dan seminar bertema transparansi. Tapi ironisnya, beberapa wajah yang sebelumnya jadi “ikon bersih-bersih” kini justru terseret ke meja hijau. Ya, kampanye anti-korupsi masih berjalan… setelah tokoh utamanya justru tertangkap lebih dulu.
Antara Slogan dan Kenyataan
Beberapa bulan terakhir, beberapa daerah menggaungkan kembali komitmen anti-korupsi lewat acara seremonial, deklarasi ASN antisuap, hingga talkshow bersama lembaga pengawas. Tapi baru saja acara selesai, KPK menahan salah satu pejabat utamanya karena dugaan gratifikasi dan suap proyek.
Warganet pun bereaksi pedas:
“Jadi ini maksudnya kampanye anti-korupsi versi plot twist?”
Fenomena ‘Cuci Muka’ Instansi
Menurut sejumlah pengamat, kampanye semacam ini rentan menjadi strategi pencitraan semata, terutama ketika integritas pejabat belum dibarengi dengan sistem pengawasan yang kuat.
“Yang diperlukan bukan hanya slogan ‘Saya Anti-Korupsi’, tapi transparansi dalam proses dan audit publik yang ketat,” ujar seorang pengamat kebijakan publik dari UI.
ASN dan Dilema Diam
Banyak ASN muda yang ingin bersikap jujur mengaku sering ragu untuk melapor saat melihat kejanggalan. Sebab, sistem pelaporan yang tak sepenuhnya anonim dan budaya tutup mulut masih membayangi birokrasi.
“Kita disuruh jujur, tapi ketika lapor, kita yang dipanggil-panggil,” kata seorang pegawai daerah yang enggan disebutkan namanya.
Solusi Bukan Hanya Kampanye
Jika benar ingin mengubah budaya korupsi, maka harus dimulai dari:
Rekrutmen bersih dan merit-based
Audit terbuka yang melibatkan publik dan media
Perlindungan maksimal untuk whistleblower
Pendidikan integritas sejak dini, bukan hanya untuk ASN tapi juga pelajar
Jangan Cuma Simbolik
Kampanye anti-korupsi seharusnya bukan sekadar foto bersama atau seremonial, tapi refleksi komitmen nyata yang bisa dilihat dari kebijakan dan tindakan. Kalau tidak, publik akan terus bertanya:
“Siapa lagi yang bakal ditangkap setelah selfie di depan banner antikorupsi?”