Janji Kampanye Tinggal Janji, Rakyat Mulai Tak Percaya Politisi?
Tanggal: 13 Mei 2025 23:38 wib.
Tampang.com | Menjelang pemilu, janji-janji manis kembali dilontarkan para calon politisi. Namun catatan masa lalu menunjukkan bahwa banyak janji tersebut hanya menjadi pemanis kampanye tanpa realisasi nyata. Publik pun mulai mempertanyakan kredibilitas para calon pemimpin mereka.
Janji Populis Tanpa Implementasi
Program bantuan sosial, lapangan kerja, hingga perbaikan infrastruktur desa kerap diulang dalam setiap kampanye. Namun, data dari Komite Pemantau Legislatif menunjukkan bahwa lebih dari 60% janji kampanye tidak terealisasi atau tak terdokumentasi pelaksanaannya.
“Rakyat lelah mendengar janji yang itu-itu saja tanpa hasil nyata,” ujar Fathia, peneliti politik dari Universitas Negeri Semarang.
Kepercayaan Publik Tergerus
Akibat banyaknya politisi yang ingkar janji, kepercayaan publik terhadap institusi politik menurun tajam. Survei terakhir dari Litbang Politik Nasional menunjukkan hanya 42% responden yang percaya bahwa politisi akan menepati janjinya.
“Ini menjadi ancaman serius bagi demokrasi. Jika rakyat tak lagi percaya, legitimasi pemilu juga bisa dipertanyakan,” tegas Fathia.
Perlukah Ada Sanksi Bagi Politisi Ingkar Janji?
Di beberapa negara, ada mekanisme pemanggilan kembali (recall) atau sanksi etik bagi pejabat yang terbukti ingkar janji. Sayangnya, di Indonesia, belum ada regulasi jelas yang mengatur pertanggungjawaban janji kampanye.
“Politik kita terlalu permisif terhadap pelanggaran janji. Akuntabilitas harus ditingkatkan,” kata Fathia.
Rakyat Diminta Lebih Kritis, Tapi Negara Juga Harus Tegas
Pendidikan politik masyarakat penting, namun beban tidak bisa sepenuhnya dialihkan ke pemilih. Regulasi dan mekanisme pengawasan terhadap kinerja politisi perlu diperkuat.
“Kalau tidak ada sanksi, maka politisi akan terus menjual harapan palsu,” tutup Fathia.