Jakarta Meraih Predikat Kualitas Udara Terburuk Ketiga di Dunia pada Kamis Pagi

Tanggal: 29 Mei 2025 08:49 wib.
Tampang.com | Pada pagi hari Kamis, Jakarta kembali mencatatkan diri sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, meraih posisi ketiga. Kota ini masuk dalam kategori udara yang tidak sehat, terutama bagi kelompok yang sensitif terhadap polusi. 

Menurut data yang diambil dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.49 WIB, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta tercatat pada angka 154. Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara termasuk dalam kategori tidak sehat, dengan polusi utama berasal dari partikel PM2.5 yang mencapai konsentrasi 60 mikrogram per meter kubik. Data ini menjadi alarm bagi kesehatan, terutama bagi individu yang memiliki sensitivitas terhadap pencemaran udara.

Mengacu pada klasifikasi kualitas udara, kategori tidak sehat ini sangat berdampak bagi kelompok sensitif, termasuk anak-anak, orang tua, dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. Tak hanya manusia, polusi udara juga dapat berpotensi merugikan hewan sensitif serta tanaman, yang pada gilirannya dapat memengaruhi keindahan lingkungan. 

Sebaliknya, ada kategori kualitas udara yang lebih baik, seperti "baik" yang diartikan sebagai tingkat polusi udara yang tidak berdampak pada kesehatan manusia atau hewan, dengan rentang PM2.5 antara 0 hingga 50. Kategori ini menjadi target ideal bagi setiap kota guna memastikan kesehatan warganya terjaga.

Beralih kepada kategori yang lebih parah, kualitas udara bisa dinyatakan "sangat tidak sehat" ketika indeks PM2.5 berkisar antara 200 hingga 299. Pada tingkat ini, kesehatan populasi yang terpapar bisa terancam akibat paparan terus menerus. Di puncak kategori adalah "berbahaya", di mana nilai AQI mencapai antara 300 hingga 500, yang artinya dapat berbahaya bagi kesehatan secara serius bagi setiap segmen populasi.

Dalam perbandingan global, Jakarta bukanlah satu-satunya yang menghadapi masalah ini. Kota terburuk di dunia saat ini adalah Kinshasa, Kongo, dengan indeks kualitas udara mencapai 181, diikuti oleh Delhi, India dengan angka 160. Meskipun menangani polusi udara menjadi tantangan, upaya untuk memperbaiki situasi ini pun mulai dilakukan.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan akan mengambil contoh dari kota-kota besar internasional seperti Paris dan Bangkok dalam menanggulangi masalah polusi udara. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengungkapkan pentingnya menambah stasiun pemantau kualitas udara. Saat ini, Jakarta memiliki 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), naik signifikan dari sebelumnya yang hanya berjumlah lima. Target ke depan adalah untuk meningkatkan jumlah ini untuk memungkinkan intervensi yang lebih responsif dan tepat.

Asep menekankan bahwa transparansi data merupakan elemen penting dalam upaya perbaikan kualitas udara secara sistematis. Penyampaian informasi mengenai keadaan polusi udara harus lebih terbuka agar langkah intervensi dapat dilakukan dengan lebih efektif. Menurutnya, bukan hanya intervensi sesaat yang dibutuhkan, tetapi juga tindakan berkelanjutan dan inovatif untuk memerangi pencemaran udara.

Dalam menghadapi tantangan ini, DLH DKI Jakarta merencanakan untuk menambahkan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah. Dengan demikian, pemantauan kualitas udara di Jakarta diharapkan dapat menjadi lebih luas dan akurat, sehingga kesehatan masyarakat bisa lebih terjaga.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved