Jakarta dan Kota Pesisir Dunia di Ambang Tenggelam: Apakah Kiamat Iklim Sudah Dekat?
Tanggal: 20 Feb 2025 13:36 wib.
Fenomena perubahan iklim semakin nyata di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Salah satu tanda yang paling mencolok adalah penurunan permukaan tanah di wilayah pesisir Jakarta Utara, terutama di Muara Baru. Perubahan ini memicu berbagai dampak yang berpotensi mengancam kehidupan ribuan penduduk di daerah tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam kunjungannya ke Tanggul Pantai Muara Baru pada 4 November 2024, mengungkapkan bahwa wilayah ini mengalami penurunan tanah hingga 10 cm per tahun. Jika tren ini terus berlanjut, dalam satu dekade ke depan, Muara Baru bisa mengalami penurunan hingga satu meter.
Ancaman Nyata bagi Warga Jakarta
Penurunan permukaan tanah yang drastis ini mengancam sekitar 20 ribu penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Salah satu dampak paling nyata adalah meningkatnya risiko banjir rob. Saat ini, permukaan air laut bahkan telah lebih tinggi dibandingkan dengan rumah-rumah warga di sekitarnya.
Menurut AHY, pembangunan tanggul hanya menawarkan solusi sementara. Untuk jangka panjang, perlu ada strategi yang lebih komprehensif dalam mengatasi permasalahan ini. Ia menekankan pentingnya perencanaan pembangunan kota yang mempertimbangkan kondisi geologis Jakarta, mengingat kepadatan penduduknya yang tinggi.
Fenomena Serupa di Berbagai Negara
Jakarta bukan satu-satunya kota yang menghadapi ancaman tenggelam. Kota pesisir Miami di Amerika Serikat juga mengalami penurunan tanah yang mengkhawatirkan akibat proyek pembangunan besar-besaran sejak 2016.
Studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Earth and Space Science mengungkapkan bahwa sebanyak 35 gedung pencakar langit di Miami, termasuk Trump Tower III, telah tenggelam hingga 8 cm dalam kurun waktu 2016-2023. Para peneliti dari University of Houston mengaitkan fenomena ini dengan tekanan yang ditimbulkan oleh konstruksi masif pada tanah yang memiliki struktur geologi rapuh.
Mengapa Bangunan di Miami Tenggelam?
Tanah di Miami sebagian besar terdiri dari batu kapur berpori, sedimen lepas, dan pasir. Kombinasi material ini membuatnya mudah mengalami pemadatan di bawah tekanan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% bangunan yang mengalami penurunan permukaan tanah dibangun setelah 2014, yang berarti konstruksi terbaru justru mempercepat proses tenggelamnya tanah.
Profesor Pietro Milillo dari University of Houston menjelaskan bahwa tekanan dari pembangunan gedung pencakar langit di Miami tidak hanya berdampak pada tanah di bawah bangunan tersebut, tetapi juga merembet hingga area sekitar 320 meter jauhnya. Ini berarti bahwa setiap proyek konstruksi besar dapat memicu dampak yang lebih luas dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya.
Dampak Jangka Panjang: Tenggelamnya Kota Pesisir?
Para ahli menegaskan bahwa jika tren ini tidak ditangani dengan serius, kota-kota pesisir seperti Jakarta dan Miami dapat menghadapi konsekuensi yang mengerikan. Penurunan tanah yang berkelanjutan dapat menyebabkan retakan pada fondasi bangunan, melemahkan struktur pendukung, hingga berujung pada keruntuhan gedung.
Penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Houston juga mengungkapkan bahwa sekitar 70% gedung baru di Pantai Sunny Isles, Miami, menunjukkan penurunan tanah yang signifikan. Hal ini semakin menambah kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh para perencana kota dan pembuat kebijakan dalam menjaga infrastruktur kota tetap aman.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Untuk mencegah skenario terburuk, sejumlah langkah bisa diterapkan, di antaranya:
Regulasi Konstruksi yang Lebih Ketat - Pemerintah perlu memberlakukan aturan yang lebih ketat terkait pembangunan di daerah pesisir. Penilaian geoteknik yang mendalam harus menjadi syarat wajib sebelum memulai proyek konstruksi.
Pemantauan Jangka Panjang - Program pemantauan terus-menerus terhadap penurunan permukaan tanah perlu diterapkan agar tindakan pencegahan dapat dilakukan sebelum kondisi menjadi kritis.
Pemanfaatan Teknologi Mutakhir - Teknologi seperti InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) dapat membantu mendeteksi perubahan kecil pada permukaan tanah dan memberikan data akurat untuk langkah mitigasi lebih lanjut.
Perencanaan Kota Berbasis Data - Data geologi harus menjadi bagian penting dalam perencanaan kota agar pembangunan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor risiko jangka panjang.
Meningkatkan Kesadaran Publik - Edukasi kepada masyarakat tentang dampak perubahan iklim dan penurunan permukaan tanah dapat mendorong partisipasi dalam menjaga lingkungan dan mendukung kebijakan yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulan: Jakarta & Kota Pesisir Harus Bertindak Cepat
Tanda-tanda krisis lingkungan semakin jelas terlihat, baik di Jakarta maupun di berbagai kota pesisir lainnya. Jika tidak ada langkah nyata yang diambil, kita bisa menghadapi bencana yang jauh lebih besar di masa depan. Pembangunan kota yang tidak memperhitungkan faktor lingkungan bisa menjadi bom waktu yang akan merugikan generasi mendatang.
Dengan menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih berkelanjutan dan memanfaatkan teknologi modern, masih ada harapan untuk mencegah skenario terburuk. Kini saatnya bagi para pemimpin, perencana kota, dan masyarakat untuk bersatu dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.