Isu Beras Oplosan, Legislator Minta Food Station Transparan dan Audit Internal Segera Dilakukan
Tanggal: 31 Jul 2025 07:39 wib.
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, menyerukan agar BUMD PT Food Station Tjipinang Jaya segera memberikan klarifikasi terbuka dan melakukan audit internal menyeluruh, menyusul mencuatnya isu dugaan peredaran beras oplosan di wilayah Ibu Kota. Ia menegaskan pentingnya transparansi sebagai upaya utama menjaga kepercayaan publik terhadap penyedia pangan milik pemerintah daerah.
“Langkah audit internal dan penjelasan terbuka dari pihak Food Station sangat penting untuk memastikan seluruh produk yang beredar sudah sesuai standar mutu dan aman dikonsumsi masyarakat,” ujar Kenneth dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (29/7).
Menurut legislator yang akrab disapa Bang Kent ini, kualitas dan keamanan beras yang didistribusikan ke masyarakat tidak bisa dikompromikan. Apalagi, Food Station merupakan salah satu BUMD strategis yang menjadi tulang punggung penyediaan dan stabilisasi pangan, terutama beras, bagi warga DKI Jakarta.
Ia mengingatkan bahwa polemik terkait isu beras oplosan yang saat ini ramai diberitakan di media sosial telah memicu kekhawatiran masyarakat. Karena itu, Kenneth menilai perlu ada langkah proaktif dari Food Station, termasuk pengecekan kualitas menyeluruh pada seluruh produk beras, khususnya merek-merek yang telah beredar luas di pasaran.
Lebih dari itu, inisiatif transparansi ini, menurut Kent, bukan hanya soal teknis keamanan pangan, tetapi juga menjadi bentuk tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga kredibilitas pemerintah daerah dalam menjamin kebutuhan pokok masyarakat.
“Kami berharap langkah konkret segera dilakukan. Tidak cukup hanya klarifikasi, tapi harus disertai pengawasan distribusi yang ketat dan keterlibatan instansi pengawas, agar tak ada celah untuk praktik curang,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan manipulasi kualitas beras, termasuk praktik pengoplosan, dapat dikenakan sanksi berat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perbuatan tersebut bisa dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
“Tindakan curang dalam bahan pangan adalah kejahatan serius. Selain merugikan secara ekonomi, ini juga bisa berdampak buruk pada kesehatan masyarakat,” tegas Ketua Ikatan Alumni Lemhannas (IKAL) PPRA LXII tersebut.
Sebagai upaya perlindungan jangka panjang, Kent mendorong Food Station dan instansi terkait agar memperkuat sistem pelacakan produk (traceability), melibatkan pengawasan masyarakat, serta memperbaiki rantai distribusi agar lebih akuntabel dan efisien.
Tak hanya itu, ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih produk beras, dengan cara memastikan label, sertifikasi resmi, dan membeli dari distributor terpercaya. “Saya minta warga Jakarta untuk jadi konsumen yang cermat. Jangan ragu melapor bila menemukan indikasi kecurangan,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Kent mengajak seluruh stakeholder terkait — mulai dari pelaku usaha, aparat penegak hukum, hingga dinas terkait — untuk bersinergi dan bertindak cepat menangani persoalan ini sebelum merusak sistem distribusi pangan secara menyeluruh.