Ironis, Tenaga Kerja RI di Inggris Dibuang setelah Bayar Puluhan Juta karena Petik Buah tak Cepat
Tanggal: 22 Jul 2024 11:40 wib.
Kasus pemecatan sepihak terhadap pekerja Indonesia di Inggris yang membayar puluhan juta rupiah untuk bekerja sebagai pekerja musiman memunculkan dampak sosial dan finansial yang signifikan. Para pekerja tersebut merasa tertekan karena harus menjual harta benda mereka, termasuk tanah keluarga dan sepeda motor, untuk menutupi biaya perjalanan ke Inggris. Mereka dipecat hanya beberapa pekan setelah mulai bekerja karena dianggap tidak mampu memenuhi target petik buah yang ditetapkan.
Menurut laporan dari the Guardian, para pekerja tersebut dipekerjakan oleh Haygrove, sebuah perkebunan buah di Inggris, dan mereka dibayar antara £2.555 hingga £3.874 setelah beberapa pekan bekerja. Namun, setelah mengurangi biaya perjalanan dan hidup, beberapa pekerja masih berutang dalam jumlah yang cukup signifikan. Salah seorang pekerja mengungkapkan bahwa ia bahkan harus meminjam uang dari bank, teman, dan keluarga dengan total utang melebihi £1.100.
Tidak hanya menghadapi tekanan finansial, para pekerja juga merasakan dampak emosional yang cukup besar. Mereka merasa bingung, marah, dan kecewa karena telah menjual harta benda dan menjalani perjalanan ke Inggris dengan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Pengawas eksploitasi tenaga kerja sedang menyelidiki tuduhan bahwa beberapa pekerja tersebut dikenakan biaya ilegal hingga £1.100 oleh sebuah organisasi di Indonesia. Tuduhan ini menimbulkan pertanyaan tentang risiko eksploitasi dalam skema pekerja musiman di Inggris, serta tanggung jawab pihak-pihak terkait dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan para pekerja migran.
Selain itu, adanya tindakan pemecatan sepihak terhadap pekerja Indonesia juga menimbulkan kekhawatiran terkait dengan praktik eksploitatif dalam skema visa kerja untuk pekerja musiman. Komite Penasihat Migrasi merekomendasikan bahwa skema visa musiman harus memastikan keamanan pangan serta menyediakan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja, termasuk jaminan kerja setidaknya dua bulan. Ini menjadi penting mengingat tekanan dan risiko finansial yang dihadapi oleh para pekerja migran dalam skema ini.
Perusahaan Haygrove memberikan peringatan kepada para pekerja terkait kecepatan pemetikan buah sebelum akhirnya memutuskan untuk memecat mereka. Para pekerja merasa bahwa target yang ditetapkan perusahaan sangat sulit untuk dicapai, terutama karena jumlah buah yang dihasilkan setiap harinya semakin berkurang.
Pihak terkait, seperti Agri-HR, agen perekrut asal Inggris, diduga terlibat dalam penerimaan biaya ilegal dari para pekerja untuk memfasilitasi kepindahan mereka ke Inggris. Tuduhan ini menjadi sorotan utama dalam isu eksploitasi tenaga kerja migran, dan menjadi perhatian serius bagi pemerintah Inggris untuk mengatasi praktik-praktik yang merugikan para pekerja migran, terutama dari Indonesia.