Sumber foto: Google

Internet Masih Lemot di Daerah, Kapan Pemerataan Akses Digital Terwujud?

Tanggal: 10 Mei 2025 11:51 wib.
Tampang.com | Meskipun Indonesia terus menggalakkan transformasi digital, kenyataannya masih banyak wilayah yang belum menikmati akses internet cepat dan stabil. Di berbagai daerah, terutama luar Jawa, layanan internet masih lambat, tidak merata, dan kerap putus-nyambung. Di saat kota-kota besar sudah menikmati layanan 5G, sebagian desa bahkan belum terjangkau jaringan 4G. Kapan janji pemerataan akses digital benar-benar terwujud?

Ketimpangan Digital Masih Menganga

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan bahwa hingga awal 2025, 77% populasi Indonesia telah terhubung ke internet. Namun, kecepatan dan kualitas layanan sangat timpang antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

“Banyak daerah yang secara statistik tercatat ‘terhubung’ ke internet, tapi realitanya hanya cukup untuk membuka teks WhatsApp,” ujar Fajar Ananta, peneliti infrastruktur digital dari ICT Watch.

Proyek Palapa Ring Belum Maksimal

Program Palapa Ring yang digadang-gadang menjadi tulang punggung pemerataan internet nasional ternyata belum memberikan hasil yang optimal. Meskipun infrastruktur fiber optik telah menjangkau banyak wilayah timur Indonesia, kualitas layanan masih belum stabil karena minimnya operator lokal yang mau mengelola jaringan.

“Serat optik memang sudah ditanam, tapi siapa yang mengelola dan menjual layanannya? Kalau operator tidak masuk, jaringan hanya jadi kabel tidur,” kata Fajar.

Tantangan Teknis dan Bisnis

Masalah akses internet bukan hanya soal teknologi, tapi juga persoalan bisnis. Operator kerap enggan masuk ke wilayah yang dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Biaya operasional tinggi dan jumlah pengguna sedikit membuat ekspansi ke daerah terpencil jadi kurang menarik secara komersial.

“Pemerintah harus berani intervensi dan memberi insentif khusus bagi operator untuk masuk ke daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar),” ujar Sari Handayani, mantan staf ahli bidang komunikasi publik di Kominfo.

Digitalisasi Tanpa Infrastruktur, Kontradiksi Nyata

Ironisnya, pemerintah terus mendorong digitalisasi layanan publik, mulai dari pendidikan, administrasi, hingga UMKM, sementara fondasi teknologinya belum kokoh di banyak daerah. Sekolah dipaksa belajar daring, tapi sinyal internet tak pernah stabil. Petani disarankan jualan online, namun aplikasi saja tak bisa dibuka.

“Digitalisasi tidak bisa jalan kalau internetnya saja sering hilang. Ini seperti membangun rumah tanpa pondasi,” kata Sari.

Harapan pada Teknologi Satelit dan Jaringan Komunitas

Solusi alternatif seperti jaringan komunitas dan satelit orbit rendah (seperti layanan Starlink) mulai diuji coba di beberapa daerah. Namun, biayanya masih relatif tinggi dan belum dijangkau oleh masyarakat bawah secara luas.

“Kalau pemerintah serius, subsidi internet berbasis satelit bisa menjadi solusi jangka pendek yang efektif untuk daerah-daerah terpencil,” ujar Fajar.

Akses Digital Adalah Hak, Bukan Sekadar Fasilitas

Pemerataan akses digital bukan lagi soal kemewahan, tapi kebutuhan dasar. Tanpa koneksi yang layak, warga di daerah tertinggal akan semakin terpinggirkan dari ekonomi digital, pendidikan modern, dan layanan publik yang efisien.

“Kesenjangan digital bisa jadi bentuk baru ketimpangan sosial. Negara harus hadir lebih konkret,” tegas Sari.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved