Ini Dia ALasannya Sebanyak 70 Persen Pengelola Hotel Dan Restoran Akan PHK Karyawan
Tanggal: 27 Mei 2025 11:06 wib.
Tampang.com | Dalam situasi yang memprihatinkan, sebanyak 70 persen pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran di Jakarta tampaknya berisiko melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penurunan signifikan dalam tingkat okupansi. Informasi ini disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, Sutrisno Iwantono, melalui sebuah keterangan tertulis pada Senin, 26 Mei 2025.
Sutrisno mengungkapkan bahwa para pelaku bisnis hotel memperkirakan pengurangan karyawan berkisar antara 10 hingga 30 persen. Selain itu, lalulintas karyawan harian—daily worker—juga terancam, dengan hampir 90 persen pelaku usaha mempertimbangkan untuk mengurangi tenaga kerja jenis ini. "Sekitar 36,7 persen pelaku usaha mengatakan mereka akan merumahkan sejumlah staf," tambahnya.
Penurunan tersebut sangat disayangkan, mengingat bahwa 96,7 persen pengelola hotel telah melaporkan adanya penurunan tingkat hunian. Hal ini terjadi di tengah biaya operasional yang terus meningkat dan semakin membebani kelangsungan bisnis mereka. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh PHRI Jakarta, segmen pemerintahan mencatat penurunan hunian tertinggi hingga mencapai 66,7 persen. Kebijakan efisiensi anggaran di berbagai instansi pemerintah konon menjadi faktor utama, sehingga semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik.
Lebih lanjut, Sutrisno juga menyoroti tantangan lain yang dihadapi oleh para pelaku usaha, yaitu rendahnya pangsa pasar wisatawan mancanegara di Jakarta. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mulai tahun 2019 hingga 2023, rata-rata persentase kunjungan wisatawan asing ke Jakarta hanya mencapai 1,98 persen per tahun dibandingkan dengan wisatawan domestik. Kondisi ini menunjukkan bahwa promosi dan program pemerintah belum cukup efektif dalam menarik turis internasional untuk datang ke Jakarta.
Di tengah tantangan yang dihadapi, sektor ini juga terpapar oleh kenaikan biaya operasional yang signifikan. Tarif air dari PDAM meningkat hingga 71 persen, sementara biaya gas mengalami lonjakan sebesar 20 persen. Beban ini semakin berat seiring dengan peningkatan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 9 persen pada tahun ini.
Selain itu, pelaku industri juga mengeluhkan birokrasi yang rumit dan seringkali merepotkan. Terdapat banyak regulasi serta syarat administratif yang perlu dipenuhi, seperti izin lingkungan, sertifikasi laik fungsi, dan perizinan minuman beralkohol. Proses panjang dalam birokrasi, termasuk duplikasi dokumen di berbagai instansi dan biaya yang tidak transparan, dinilai menghambat usaha mereka.
Sutrisno juga menambahkan bahwa industri perhotelan dan restoran telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan asli daerah Jakarta, dengan kontribusi rata-rata sebesar 13 persen. Menurut data BPS pada tahun 2023, terdapat lebih dari 603 ribu tenaga kerja yang bergantung langsung pada sektor akomodasi serta makanan-minuman di Jakarta. Penurunan kinerja di sektor ini diperkirakan akan membawa efek domino terhadap berbagai sektor lain, seperti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), petani, pemasok logistik, dan pelaku seni-budaya yang punya keterkaitan erat dengan industri perhotelan dan restoran.
Sutrisno menekankan pentingnya perhatian pemerintah terhadap keluhan pelaku industri ini sebagai sinyal peringatan yang patut dipertimbangkan. Ia menegaskan, jika pemerintah tidak mengambil langkah konkret dan menerapkan strategi pemulihan yang tepat, industri perhotelan tidak hanya berisiko mengalami krisis berkepanjangan, tetapi semua sektor yang berkaitan juga akan merasakan dampaknya.