Industri Manufaktur RI Menghadapi Tekanan Berat, Badai PHK Tak Terbendung
Tanggal: 16 Sep 2024 07:43 wib.
Industri manufaktur di Indonesia semakin terhimpit oleh tekanan yang semakin membesar. Berbagai indikator menunjukkan pelemahan yang merugikan bagi perusahaan dan tenaga kerja, memaksa perusahaan untuk mengambil langkah drastis dalam menghadapi situasi ini.
Menurut data dari S&P Global, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Agustus 2024 mengalami kontraksi hingga 48,9. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dari periode sebelumnya yang mencapai 49,3. S&P Global menjelaskan bahwa kontraksi ini disebabkan oleh menurunnya output dan pesanan baru, seiring dengan penurunan jumlah tenaga kerja yang tercatat secara marginal.
Terlebih lagi, tekanan ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri tekstil dan alas kaki, tetapi juga oleh sektor industri hilir petrokimia, khususnya industri plastik. Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono, mengungkapkan bahwa industri plastik di tanah air kini berada di ambang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat serbuan barang impor dari China dan penurunan daya beli masyarakat. Fajar mengungkapkan bahwa beberapa pabrik plastik nasional sudah mengurangi jam produksi mereka dari 24 jam menjadi hanya 16 jam per hari, akibat kondisi pasar yang sulit.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga mencatat bahwa jumlah pekerja yang ter-PHK periode Januari-Juni 2024 mengalami peningkatan sebesar 21,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, dalam periode Januari-Juli 2024, jumlah pekerja yang ter-PHK kembali melonjak tinggi mencapai 42.863 orang.
Salah satu contoh nyata dari dampak buruk ini adalah pabrik PT Aditec Cakrawiyasa yang memproduksi kompor gas, regulator, dan selang dengan merek Quantum. Pabrik ini resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat pada Juli 2024. Direktur PT Aditec Cakrawiyasa, Iwan Budi Buana, menjelaskan bahwa penurunan penjualan yang terjadi dalam jangka waktu lama telah membuat perusahaan kesulitan finansial, yang akhirnya berujung pada Ambruknya perusahaan dan PHK massal terhadap karyawannya.
Dalam menghadapi situasi ini, perusahaan di sektor manufaktur di Indonesia diharapkan mampu melakukan langkah-langkah strategis untuk mengurangi dampak negatif. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah melakukan diversifikasi pasar, baik melalui ekspansi ke pasar luar negeri maupun memperluas jangkauan produk di pasar domestik. Selain itu, investasi dalam peningkatan produktivitas melalui inovasi teknologi juga dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menjaga daya saing industri manufaktur Indonesia.
Dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang bersahabat dengan industri manufaktur juga menjadi kunci penting dalam mengatasi tekanan ini. Berbagai insentif dan perlindungan terhadap industri nasional dapat membantu industri manufaktur untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah persaingan global yang semakinketat.