Indonesia Dinilai Tak Perlu Ikuti Jejak Thailand Melegalkan Ganja
Tanggal: 24 Jul 2024 04:47 wib.
Thailand akan segera mengeluarkan peraturan yang mengizinkan penggunaan ganja untuk kesehatan dan keperluan medis. Namun, apakah langkah ini akan diikuti oleh Indonesia?
Menurut Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. apt. Zullies, langkah Thailand dalam melegalkan ganja tidak bisa diikuti oleh Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia secara tegas melarang penggunaan ganja dalam undang-undang, di mana ganja termasuk dalam kategori narkotika golongan 1. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ganja hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak untuk digunakan dalam terapi, selain memiliki potensi yang tinggi dalam menyebabkan ketergantungan.
"Belum diterapkan karena memang dalam UU Narkotika, ganja masuk pada Narkotika golongan 1 yang tidak digunakan untuk pengobatan, karena bersifat sangat menyebabkan ketergantungan," jelas Zullies pada Selasa (23/7/2024).
Zullies juga menegaskan bahwa meskipun terdapat senyawa turunan ganja seperti cannabidiol yang tidak memiliki aktivitas psikoaktif, hal ini tidak menjadi alasan untuk melegalkannya. Cannabidiol dapat digunakan sebagai obat dan dapat masuk dalam kategori narkotika golongan 2 atau 3. Meskipun demikian, ganja medis disarankan sebagai obat alternatif, bukan sebagai obat utama jika obat lain sudah tidak berefek bagi pasien.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa proses legalisasi ganja sebagai obat harus sesuai dengan kaidah pengembangan obat, didukung oleh data uji klinis terkait, dan didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Untuk ganja, tidak bisa menggunakan regulasi seperti obat herbal lainnya yang tidak mengandung senyawa psikoaktif," tambahnya.
Dilansir dari Reuters, Thailand akan berupaya untuk melegalkan ganja demi kepentingan medis. Hal ini cukup mengejutkan mengingat bahwa sebelumnya, Thailand telah mengizinkan penggunaan ganja untuk rekreasi sejak tahun 2022. Namun, setelah dua tahun berlalu, negara ini menghadapi masalah dengan pertumbuhan signifikan dari berbagai toko dan ritel ganja.
"Saya menginginkan Kementerian Kesehatan untuk mengubah peraturan dan memasukkan kembali ganja ke dalam daftar narkotika," ungkap Perdana Menteri Srettha Thavisin melalui platform media sosial X pada bulan Mei lalu.
Dari kedua pernyataan tersebut, terlihat bahwa Thailand tengah mengubah pandangannya terhadap penggunaan ganja, dari awalnya sebagai obat rekreasi menjadi obat kesehatan dan medis. Tindakan ini bertujuan untuk merespon kebutuhan medis masyarakat yang membutuhkan ganja sebagai bagian dari terapi medis. Meski hal ini dijalankan oleh Thailand, Indonesia justru mengambil langkah yang berbeda dengan menegaskan larangan ganja untuk keperluan medis.
Indonesia kemudian dapat melihat kebijakan Thailand sebagai sebuah pembelajaran terkait dengan potensi dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akibat perubahan regulasi terkait ganja. Potensi penyalahgunaan ganja untuk kesehatan di samping manfaatnya dalam terapi medis menjadi pertimbangan penting dalam meninjau kembali regulasi terkait ganja.
Selain itu, perlu juga dicari solusi lain yang dapat mengakomodir kebutuhan terapi medis tanpa harus menggunakan ganja. Kemajuan dalam riset obat-obatan, terapi alternatif, atau pengembangan obat dengan kandungan alami lainnya bisa menjadi alternatif bagi Indonesia untuk mengatasi permasalahan kesehatan tanpa harus melibatkan ganja.