Hashim: Kabinet Gemuk Prabowo, Fokuskan Pada Output
Tanggal: 24 Okt 2024 08:03 wib.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, memberikan pernyataan terkait kabinet gemuk dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam sebuah Dialog Ekonomi Kadin bersama Pimpinan Dewan Kadin Indonesia, Hashim menanggapi komentar-komentar yang sering dilontarkan terkait ukuran kabinet yang berisi 48 kementerian. Banyak yang mempertanyakan efisiensi dan output dari kabinet tersebut.
Menurut Hashim, kekhawatiran tersebut akan diatasi dengan melakukan evaluasi terhadap para Menteri dan Wakil Menteri dalam enam bulan ke depan. Dia menyatakan bahwa evaluasi ini akan dilakukan pada bulan Maret atau April tahun 2025. Hashim juga menekankan bahwa Prabowo akan mengevaluasi para menteri dan wakil menterinya apabila terbukti melakukan penyelewengan, termasuk tindakan korupsi atau ketidak-efisienan dalam bekerja. Hashim menegaskan, Prabowo adalah sosok yang tegas dalam hal menangani hal tersebut.
Meskipun kabinet dianggap sebagai "gemuk", Hashim menekankan bahwa yang terpenting adalah hasil kerja dari 48 kementerian tersebut. Menurutnya, ukuran kabinet boleh jadi terlalu besar, namun fokus utamanya adalah bagaimana output dan kontribusi positif yang dihasilkan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan susunan kabinetnya, yang terdiri dari 7 menteri koordinator, 41 menteri, 55 wakil menteri, dan 5 pejabat setingkat menteri termasuk jaksa agung dan sekretaris kabinet. Ukuran kabinet ini telah menarik perhatian dari berbagai pihak. Salah satu kritik yang muncul adalah peningkatan jumlah menteri dan wakil menteri dibandingkan kabinet sebelumnya.
Fadhil Hasan, seorang ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), berpendapat bahwa penambahan jumlah kementerian di kabinet Presiden Prabowo Subianto tidak efisien. Ia menilai bahwa kabinet yang berjumlah 48 kementerian ini akan menghadapi tantangan besar dalam kurun waktu 1-2 tahun ke depan, selain dari sisi inefisiensi, gerakannya akan lamban. Fadhil juga menyoroti masalah koordinasi di antara berbagai kementerian koordinator dan badan, yang kemungkinan besar akan sulit. Ia menekankan bahwa kemungkinan akan ada tumpang tindih kewenangan dan masalah koordinasi yang sulit diatasi.
Dalam konteks ini, Hashim menegaskan bahwa kabinet yang "gemuk" harus mampu menunjukkan hasil nyata. Efisiensi dan efektivitas kinerja kementerian-kementerian tersebut perlu dilihat sebagai parameter utama, bukan sekadar ukuran jumlah kabinet yang besar. Menurutnya, fokus harus dipusatkan pada bagaimana kabinet ini mampu menghasilkan kebijakan-kebijakan yang positif dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia.
Agar kabinet ini dapat memberikan output yang maksimal, perlu adanya langkah konkret dalam mengoptimalkan koordinasi antarkementerian. Salah satu cara adalah dengan memberikan perhatian khusus pada area-area yang rentan terhadap tumpang tindih kewenangan serta perlu adanya mekanisme pengawasan yang ketat terhadap kinerja setiap kementerian. Selain itu, penggunaan teknologi dan sistem informasi dapat diperkuat guna memudahkan kolaborasi dan komunikasi di antara seluruh kementerian.
Dalam menghadapi kabinet yang "gemuk" ini, dukungan dan partisipasi dari berbagai elemen masyarakat, baik dari kalangan profesional, akademisi, maupun masyarakat umum, juga akan memegang peran penting dalam mengawasi kinerja pemerintahan. Dengan begitu, kabinet yang "gemuk" bisa diarahkan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang diharapkan, sehingga dapat menjadi motor penggerak dalam mewujudkan visi pembangunan nasional.
Melalui evaluasi yang akan dilakukan pada Maret atau April tahun 2025, diharapkan bahwa kabinet ini dapat memberikan hasil yang nyata dan memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi kemajuan Indonesia. Dengan demikian, fokus pada output yang dihasilkan oleh kabinet ini menjadi hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Ke depannya, kabinet gemuk harus mampu membuktikan bahwa ukurannya tidak menjadi hambatan, namun sebaliknya, mampu memberikan solusi dan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa.
Dengan demikian, penting bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk terus memperhatikan dan mengevaluasi kinerja kabinetnya secara berkala, sehingga dapat menjaga fokus pada optimalisasi output yang dihasilkan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional, kabinet yang gemuk harus dapat meyakinkan publik bahwa ukurannya bukanlah penghalang, melainkan menjadi instrumen yang efektif dalam memajukan kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, Hashim menekankan bahwa keberhasilan suatu kabinet tidak hanya ditentukan oleh ukurannya, tetapi lebih kepada bagaimana kabinet tersebut mampu memberikan dampak positif dalam pembangunan nasional. Fokus pada output dan kontribusi nyata yang dihasilkan oleh kabinet, terlepas dari ukurannya, harus tetap menjadi prioritas utama dalam menjalankan pemerintahan.
Dengan demikian, pemerintahan Prabowo Subianto perlu memastikan bahwa kabinetnya mampu bekerja secara optimal, menyelaraskan berbagai kebijakan dan program, serta menghasilkan hasil kerja yang sesuai dengan harapan masyarakat. Dengan melakukan hal tersebut, kabinet yang dianggap "gemuk" oleh banyak pihak dapat membuktikan bahwa efisiensi dan efektivitas nya dapat diandalkan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.