Harga Tembaga Kembali Terbang, Apa Untungnya Buat Indonesia?
Tanggal: 21 Jun 2024 06:54 wib.
Harga tembaga telah berbalik arah dengan naik perlahan di tengah kekhawatiran tentang kekurangan pasokan dan pembelian oleh dana investasi. Kedua faktor ini membawa harga tembaga ke fase bullish. Namun, di tengah fase kenaikan akibat prospek permintaan dari negara konsumen utama China, terdapat kekhawatiran seiring dengan meningkatnya pasokan.
Menurut data yang dikutip dari Reuters, patokan harga tembaga di London Metal Exchange (LME) naik 1,18% menjadi US$9.786 per metrik ton atau setara Rp 160,7 juta (US$1=16.420) pada perdagangan Rabu (19/6). Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan harga tembaga, meskipun sebelumnya sempat mencapai titik terendah dua bulan di US$9.551 pada Selasa, dipicu oleh harapan yang meredup akan pemulihan pertumbuhan di China.
Faktor lain yang mempengaruhi harga tembaga adalah dana investasi yang mulai membalikkan posisi pendek dan berita dari Anglo yang mengingatkan orang tentang kemungkinan kekurangan pasokan tembaga. Anglo American mengumumkan pada Selasa (18/6/2024) bahwa produksi tembaga di tambang Los Bronces di Chile diperkirakan akan turun hampir sepertiga dari tingkat historis rata-rata tahun depan karena penghentian pabrik untuk perawatan yang bisa memakan waktu beberapa tahun.
Ekspektasi kekurangan pasokan dan prospek permintaan yang kuat dalam beberapa tahun mendatang mendorong harga tembaga LME mencapai rekor di atas US$11.100 pada bulan Mei. Namun, harga kemudian turun karena ketidakpastian tentang waktu pemotongan suku bunga di Amerika Serikat. Suku bunga AS yang lebih rendah akan melemahkan mata uang Amerika Serikat (AS), membuat logam yang dihargai dalam dolar lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, berpotensi meningkatkan permintaan.
Terlepas dari hal tersebut, permintaan yang lemah di China terlihat dari persediaan tembaga di gudang-gudang yang disetujui LME, sebagian besar di Asia. Pada 158.700 ton, stok telah naik lebih dari 50% sejak pertengahan Mei. Faktor lainnya adalah Discount atau contango untuk logam tunai atas kontrak tiga bulan yang berada di level sekitar US$139 per ton, mendekati rekor tertinggi yang menunjukkan surplus logam yang digunakan dalam industri listrik dan konstruksi.
Menyikapi kondisi tersebut, Edward Meir, seorang konsultan dari Marex, menyatakan bahwa "Contango yang luas dan permintaan manufaktur yang lesu tidak mendukung narasi pasokan yang 'ketat' dan malah menyarankan kita bisa melihat erosi harga lebih lanjut memasuki musim panas yang secara musiman lemah, terlepas dari masalah penambangan."
Pasar logam industri juga menunggu berita tentang suku bunga China pada Kamis. Bank sentral China (PBoC) memutuskan menahan loan prime rate (LPR)) 1-tahun di level 3,45% pada hari ini, Kamis (20/6/2024). Harga logam lainnya juga turut mengalami kenaikan, di antaranya aluminium naik 0,3% menjadi US$2.494 per ton, seng naik 1% menjadi US$2.866,50, timah naik 0,3% menjadi US$2.199, timah maju 0,7% menjadi US$32.370, dan nikel terapresiasi 0,5% menjadi US$17.385.
Seiring dengan lonjakan harga tembaga, tentu saja hal ini berimbas positif kepada Indonesia sebagai salah satu ekspotir batu bara. Keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pengusaha, tetapi juga negara yang panen duit dari penerimaan negara Bea Keluar (BK).
Data Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan BK dari ekspor tembaga mencapai Rp 1,131 triliun pada April 2024. Hal ini mencerminkan lonjakan yang signifikan dari periode sebelumnya. Penerimaan sebesar itu meningkat 50.000% dibandingkan periode yang sama April 2023 yang hanya Rp 2,26 miliar, dengan pendapatan BK dari ekspor tembaga juga naik 4% dibandingkan Maret 2024. Dari data ini, dapat disimpulkan bahwa BK dari ekspor tembaga menyumbang 70% dari total pendapatan BK pada April 2024. Kondisi ini tidak biasa mengingat BK biasanya disumbang dari sawit dan turunannya.
Tidak hanya dari segi pendapatan negara, lonjakan harga batu bara juga ikut mendongkrak nilai ekspor. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor bijih tembaga dan tembaga barang mencapai US$1,08 miliar pada Januari-April 2024 atau sekitar Rp 17,2 triliun, dengan nilai tersebut mengalami kenaikan sebesar 39% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Nilai ekspor selama April 2024 pun mencapai US$247,42 juta atau sekitar Rp 4 triliun, mengalami peningkatan sebesar 40% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan kondisi harga tembaga yang menguntungkan, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan pendapatan negara serta memperkuat posisinya sebagai salah satu ekspotir terbesardi dunia.