Sumber foto: Google

Harga Sembako Jelang Idul Adha Naik Lagi, Mengapa Selalu Rakyat yang Terdampak?

Tanggal: 10 Mei 2025 12:10 wib.
Tampang.com | Setiap menjelang hari raya besar seperti Idul Adha, harga kebutuhan pokok kembali melonjak. Tahun ini, kenaikan harga bahan pokok seperti daging sapi, cabai, dan beras mencapai rata-rata 15-25 persen hanya dalam dua pekan terakhir. Di pasar tradisional, lonjakan harga ini mulai dirasakan langsung oleh masyarakat kelas bawah yang sudah lebih dulu tertekan biaya hidup.

Harga Melonjak, Konsumen Menjerit
Menurut data dari Badan Pangan Nasional, harga daging sapi telah naik dari Rp125.000 menjadi Rp145.000 per kilogram, cabai merah besar dari Rp40.000 menjadi Rp52.000, dan beras medium dari Rp12.000 menjadi Rp14.000 per kilogram. Kenaikan ini tidak hanya menambah beban rumah tangga, tetapi juga mengganggu stabilitas pasar.

“Setiap hari raya besar, kami sudah siap-siap dompet menipis. Tapi sekarang kenaikannya makin tak wajar,” kata Bu Ratna, ibu rumah tangga yang berbelanja di Pasar Senen, Jakarta.

Keterbatasan Kontrol Pemerintah di Lapangan
Meskipun pemerintah mengklaim telah menyalurkan bantuan pangan dan operasi pasar murah, efeknya belum terasa merata. Banyak masyarakat di daerah pinggiran dan luar pulau yang tetap harus membeli dengan harga tinggi karena distribusi yang tidak efisien.

“Masalahnya bukan stok, tapi tata niaga yang amburadul dan distribusi yang tidak merata. Itu sebabnya harga melonjak di tingkat pengecer,” jelas Dr. Anton Lestari, pakar ekonomi pangan dari UGM.

Pedagang Juga Mengeluh, Bukan Hanya Pembeli
Di sisi lain, para pedagang juga merasa tertekan karena pasokan dari distributor ikut naik. Mereka terjepit antara harga kulakan yang tinggi dan daya beli konsumen yang menurun.

“Kadang kami sendiri rugi, karena kalau jual terlalu mahal nggak laku. Tapi kalau murah, kami nombok,” ujar Pak Heri, pedagang sembako di Pasar Cijantung.

Akankah Ini Jadi Siklus Tahunan Tanpa Solusi?
Setiap tahun, pola kenaikan harga menjelang hari besar selalu terjadi. Namun, kebijakan jangka panjang yang benar-benar memutus siklus ini masih belum tampak. Masyarakat akhirnya hanya bisa pasrah dan menyesuaikan pengeluaran, mengorbankan kualitas konsumsi demi bertahan hidup.

Ketika rakyat harus memilih antara beli daging atau bayar listrik, berarti ada masalah serius yang belum terselesaikan. Dan selama struktur tata niaga pangan belum diperbaiki secara menyeluruh, maka rakyatlah yang terus jadi korban berulang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved