Harga Minyak Melesat karena Dominasi Risiko Pasokan Timteng
Tanggal: 3 Okt 2024 08:43 wib.
Harga minyak terus merangkak naik untuk hari ketiga berturut-turut, dipicu oleh kekhawatiran akan risiko pasokan di Timur Tengah. Hal ini dikarenakan para trader telah menilai potensi konflik antara Israel dan Iran yang bisa mengakibatkan gangguan pada aliran pasokan minyak. Minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) mencapai level US$71 per barel setelah mengalami kenaikan hampir 3% dalam dua sesi sebelumnya, sedangkan harga Brent ditutup di bawah US$74.
Situasi ini terjadi setelah adanya ancaman dari Israel untuk melakukan serangan balasan terhadap Iran, terutama setelah Iran melancarkan rangkaian rudalnya di Teheran awal pekan ini. Meskipun Presiden AS Joe Biden menyerukan Israel untuk menahan diri dari menyerang fasilitas nuklir Iran, namun ketegangan di kawasan Timur Tengah terus mempengaruhi pergerakan harga minyak secara global.
Pasokan minyak dari Timur Tengah memang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap suplai global. Sejumlah wilayah di Timur Tengah, seperti Gaza, Lebanon, Yaman, dan wilayah lainnya, menyumbang sekitar sepertiga dari total suplai global minyak. Dengan eskalasi konflik yang terus berlangsung, para trader mulai khawatir akan gangguan terhadap aliran suplai jika fasilitas energi diserang atau jalur pasokan diblokade.
Menurut Citigroup Inc., serangan besar yang dilancarkan oleh Israel terhadap Iran berpotensi menghilangkan 1,5 juta barel suplai harian dari pasar. Bahkan, ada dugaan bahwa serangan terhadap infrastruktur kecil, seperti fasilitas pengolahan dan penyimpanan, bisa membuat produksi minyak Iran mengalami penurunan hingga 300.000 hingga 450.000 barel per hari. Sehingga, dinamika konflik di Timur Tengah menjadi faktor utama yang mempengaruhi harga minyak global dalam beberapa waktu terakhir.
Di sisi lain, meskipun terjadi ketegangan di Timur Tengah, terdapat tanda-tanda bahwa pasokan minyak masih cukup stabil. Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra-mitranya berencana untuk mengembalikan sebagian dari kapasitas produksi yang sebelumnya dikurangi. Rencananya, peningkatan produksi ini akan mulai diberlakukan pada bulan Desember setelah sempat ditunda selama dua bulan.
Selain itu, data resmi dari Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah secara tak terduga mengalami kenaikan sebesar 3,9 juta barel pekan lalu. Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam lima bulan terakhir. Meskipun demikian, kenaikan persediaan ini tidak cukup untuk meredam kekhawatiran pasar akan potensi gangguan pasokan akibat ketegangan di Timur Tengah.
Dalam perdagangan terbaru, harga minyak WTI untuk pengiriman bulan November mengalami kenaikan sebesar 1,1% menjadi US$70,88 per barel pada waktu 6:36 pagi di Singapura, sementara harga Brent untuk penyelesaian bulan Desember ditutup naik 0,5% lebih tinggi pada level US$73,90 per barel padaRabu.