Gunungan Sampah Plastik Tak Terbendung, Regulasi Lingkungan Dinilai Gagal!
Tanggal: 11 Mei 2025 07:55 wib.
Tampang.com | Indonesia kembali masuk jajaran negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Meski berbagai regulasi telah dikeluarkan pemerintah, fakta di lapangan menunjukkan tumpukan limbah plastik terus membesar di sungai, laut, dan TPA. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan kegagalan serius dalam penanganan krisis lingkungan.
Plastik Sekali Pakai Masih Dominasi Limbah
Menurut laporan dari KLHK, Indonesia menghasilkan lebih dari 68 juta ton sampah per tahun, dengan sekitar 17% di antaranya adalah sampah plastik. Dari jumlah itu, sebagian besar berasal dari plastik sekali pakai seperti kantong belanja, kemasan makanan, dan botol minuman.
“Larangan plastik sekali pakai memang ada, tapi implementasinya minim. Supermarket besar patuh, tapi pasar tradisional dan UMKM sering luput dari pengawasan,” ungkap Niken Larasati, aktivis lingkungan dari Ecoton.
Regulasi Ada, Tapi Lemah di Pengawasan dan Sanksi
Beberapa daerah sudah menerbitkan Perda tentang pengurangan kantong plastik, bahkan ada yang melarang penggunaannya sepenuhnya. Namun di sisi lain, tidak ada sistem sanksi yang efektif. Banyak pelaku usaha tetap menggunakan plastik tanpa konsekuensi hukum.
“Masalahnya bukan di aturannya, tapi di keseriusan penegakan. Tanpa pengawasan rutin dan hukuman nyata, regulasi hanya jadi formalitas,” kata Niken.
TPA Overload, Sungai dan Laut Jadi Tempat Pelarian
Karena minimnya sistem pengelolaan sampah yang baik, banyak daerah mengalami overload pada tempat pembuangan akhir (TPA). Akibatnya, sampah mengalir ke sungai dan akhirnya mencemari laut. Kondisi ini tidak hanya mengganggu estetika, tetapi juga mengancam biota laut dan kesehatan manusia.
“Di banyak wilayah pesisir, nelayan mengeluh karena hasil tangkapan menurun, dan sering kali jaring mereka berisi sampah plastik, bukan ikan,” jelas Niken.
Solusi: Reformasi Sistem Pengelolaan dan Edukasi Publik
Pengamat menekankan bahwa solusi dari krisis ini bukan hanya pada larangan, tapi pada pembenahan sistem secara menyeluruh. Ini meliputi insentif untuk daur ulang, pemisahan sampah dari rumah tangga, dan penguatan peran pemerintah daerah.
Selain itu, edukasi publik harus digalakkan secara masif agar masyarakat sadar bahwa pengurangan sampah plastik adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas pemerintah.
Lingkungan Tak Butuh Janji, Tapi Tindakan Nyata
Jika tidak ada langkah konkret, maka gunungan sampah akan terus menjadi bom waktu ekologis. Krisis lingkungan ini membutuhkan kepemimpinan yang berani dan kebijakan yang berpihak pada bumi, bukan pada kenyamanan jangka pendek.
“Kalau kita tidak mengubah sistem hari ini, generasi berikutnya hanya akan mewarisi sampah, bukan masa depan,” tutup Niken.