Gen Z Lebih 'Miskin' Dibanding Milenial: Fakta Ini Jadi Buktinya
Tanggal: 6 Jul 2025 21:31 wib.
Perbandingan antar-generasi selalu menarik, terutama ketika menyangkut kondisi ekonomi. Ada narasi yang berkembang bahwa Generasi Z (mereka yang lahir kira-kira antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an) menghadapi tantangan ekonomi yang lebih berat dibandingkan Generasi Milenial (lahir sekitar awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an) pada usia yang sama. Ini bukan sekadar anekdot, melainkan didukung oleh beberapa fakta dan tren ekonomi yang mendasar.
Meskipun setiap generasi menghadapi rintangan unik, data menunjukkan bahwa Gen Z, terutama yang baru memasuki angkatan kerja, berhadapan dengan kondisi ekonomi makro yang kurang menguntungkan dibandingkan Milenial di awal karier mereka.
Inflasi dan Biaya Hidup yang Melonjak
Salah satu bukti paling nyata adalah lonjakan inflasi dan biaya hidup yang signifikan. Ketika Milenial pertama kali merintis karier di awal 2000-an, harga barang dan jasa, terutama kebutuhan pokok dan perumahan, cenderung lebih stabil dan terjangkau relatif terhadap pendapatan. Namun, Gen Z memasuki pasar kerja di tengah periode inflasi global yang tinggi, diperparah oleh disrupsi pasokan dan berbagai krisis ekonomi.
Harga sewa tempat tinggal, bahan makanan, transportasi, dan bahkan biaya pendidikan terus merangkak naik secara agresif. Ini berarti daya beli Gen Z lebih rendah. Penghasilan yang sama (atau bahkan sedikit lebih tinggi secara nominal) bagi Gen Z tidak memiliki kekuatan beli yang setara dengan Milenial di usia yang sama. Mereka harus mengeluarkan proporsi pendapatan yang jauh lebih besar untuk kebutuhan dasar, menyisakan lebih sedikit untuk tabungan atau investasi.
Beban Utang Pendidikan yang Semakin Berat
Pendidikan tinggi seringkali dianggap sebagai kunci mobilitas sosial dan ekonomi. Namun, bagi Gen Z, jalur ini datang dengan harga yang semakin mahal. Beban utang pendidikan cenderung lebih tinggi untuk Gen Z dibandingkan Milenial. Biaya kuliah terus meningkat jauh melampaui tingkat inflasi atau pertumbuhan upah, memaksa banyak siswa mengambil pinjaman yang lebih besar.
Ketika lulus, Gen Z seringkali sudah terbebani dengan cicilan utang yang substansial, bahkan sebelum mereka mendapatkan pekerjaan yang stabil. Beban finansial ini secara signifikan menghambat kemampuan mereka untuk menabung untuk uang muka rumah, berinvestasi, atau bahkan sekadar membangun dana darurat. Ini adalah hambatan awal yang besar dalam membangun kekayaan.
Pasar Tenaga Kerja yang Semakin Kompetitif dan Volatil
Gen Z juga dihadapkan pada pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif dan seringkali volatil. Digitalisasi yang pesat dan otomatisasi telah mengubah lanskap pekerjaan. Pekerjaan entry-level yang dulu relatif stabil kini mungkin memerlukan keterampilan yang lebih spesifik, atau digantikan oleh teknologi. Persaingan untuk posisi bergaji layak semakin ketat, seringkali menuntut lebih banyak pengalaman atau kualifikasi.
Pandemi COVID-19 juga memberikan dampak signifikan. Banyak Gen Z yang baru lulus kuliah atau bahkan masih kuliah merasakan dampak langsung dari krisis ekonomi dan PHK massal, yang menyebabkan penundaan masuk ke angkatan kerja atau terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan ekspektasi gaji mereka. Kondisi ini bisa menunda akumulasi pendapatan dan aset yang seharusnya terjadi di awal karier.
Kesulitan Membeli Properti dan Membangun Aset
Salah satu indikator utama kekayaan antar-generasi adalah kepemilikan properti. Baik Milenial maupun Gen Z sama-sama menghadapi kesulitan dalam membeli rumah, namun tantangan bagi Gen Z terasa lebih besar. Harga properti telah meroket di banyak perkotaan, jauh melampaui kenaikan upah. Dipadukan dengan inflasi tinggi dan beban utang pendidikan, kemampuan Gen Z untuk mengumpulkan uang muka dan mengambil kredit perumahan menjadi sangat terbatas.
Milenial di usia yang sama mungkin masih memiliki kesempatan untuk membeli rumah dengan harga yang relatif lebih terjangkau, atau setidaknya memulai menabung untuk tujuan tersebut tanpa terbebani begitu banyak. Bagi Gen Z, kepemilikan properti tampak seperti mimpi yang semakin jauh, yang secara langsung berdampak pada akumulasi aset dan kekayaan jangka panjang.
Akses Terhadap Kesempatan yang Berkurang
Terakhir, meskipun Gen Z adalah generasi yang melek digital dan adaptif, akses terhadap kesempatan ekonomi yang setara dengan generasi sebelumnya mungkin berkurang. Kesenjangan kekayaan yang semakin lebar dan social mobility yang melambat membuat mereka yang berasal dari latar belakang kurang mampu kesulitan untuk bersaing. Investasi yang kurang memadai dalam infrastruktur sosial dan pendidikan di beberapa wilayah juga dapat membatasi peluang mereka.
Fakta-fakta ini melukiskan gambaran yang cukup jelas: Gen Z menghadapi kondisi ekonomi yang lebih keras di awal kehidupan dewasa mereka dibandingkan Milenial. Ini bukan berarti mereka kurang bekerja keras atau kurang berambisi, melainkan mereka beroperasi dalam lingkungan ekonomi makro yang kurang menguntungkan. Inflasi yang tinggi, beban utang yang masif, pasar kerja yang sulit, dan harga aset yang tidak terjangkau adalah tantangan nyata yang membuat Gen Z tampak 'lebih miskin' pada usia yang sama.