Gaya Komunikasi Publik Prabowo: Antara Ketegasan dan Tantangan Demokrasi Digital
Tanggal: 10 Apr 2025 20:02 wib.
Tampang.com | Setiap pemimpin membawa ciri khas tersendiri dalam cara berkomunikasi dengan publik. Gaya komunikasi ini bukan hanya soal pilihan kata atau nada bicara, tetapi juga merefleksikan nilai, latar belakang, serta pendekatan kepemimpinan yang digunakan dalam mengelola negara. Prabowo Subianto, sebagai Presiden RI ke-8, menghadirkan karakter kepemimpinan yang kuat dengan gaya komunikasi yang tegas, bahkan cenderung “blak-blakan”.
Tegas, Lantang, dan Nasionalis
Latar belakang militer Prabowo selama puluhan tahun membentuk karakternya sebagai pribadi yang menjunjung tinggi nasionalisme, disiplin, dan keberanian dalam menyampaikan pendapat. Karakter inilah yang menjadi daya tarik tersendiri sejak Prabowo terjun ke politik pasca-Orde Baru, dan diperkuat saat mengikuti kontestasi pemilu dari 2009 hingga 2024. Gaya komunikasi yang terbuka dan apa adanya membuatnya mudah dikenali, namun di sisi lain, sering kali memicu kontroversi dan kritik tajam.
Komunikasi Publik yang Tak Luput dari Sorotan
Meskipun karismatik dan tegas, gaya komunikasi Prabowo tidak selalu berjalan mulus. Beberapa kali pernyataan atau sikapnya dalam forum publik menuai reaksi negatif, terutama dari masyarakat digital yang kritis dan aktif di media sosial. Ketidakhati-hatian dalam memilih diksi atau nada yang tinggi dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk komunikasi yang kurang diplomatis, bahkan dinilai bisa memperkeruh suasana.
Wawancara Eksklusif: Transparansi atau Justru Tantangan Baru?
Pada Minggu (6/4), Prabowo menjalani sesi wawancara eksklusif selama tiga jam dengan tujuh jurnalis senior. Dalam kesempatan itu, ia menjawab pertanyaan kritis terkait isu sosial, ekonomi, hingga situasi politik terkini, termasuk soal demonstrasi sipil terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dan RUU TNI. Prabowo menunjukkan keterbukaan terhadap pers dan kesiapan untuk menghadapi pertanyaan tajam—sebuah sinyal positif dalam konteks demokrasi.
Pers dan Demokrasi: Menjaga Keseimbangan Wacana Publik
Sebagaimana dijelaskan oleh James Curran dalam buku Media and Democracy, demokratisasi pers tidak sekadar soal kebebasan media menulis atau menyampaikan informasi, tetapi juga memastikan keberagaman perspektif tanpa dominasi satu narasi tunggal. Dalam konteks wawancara Prabowo, keterbukaan terhadap kritik perlu diapresiasi. Namun, cara penyampaian yang masih terbawa gaya militeristik justru berpotensi menghambat pesan substantif yang ingin ia sampaikan.
Masyarakat Digital Tak Lagi Pasif
Di era masyarakat jaringan, gaya komunikasi pemimpin diuji bukan hanya oleh media arus utama, tetapi juga oleh opini publik yang terbentuk melalui media sosial. Diskursus di ruang digital menuntut pemimpin untuk tidak hanya tegas, tetapi juga komunikatif, empatik, dan adaptif. Setiap pernyataan mudah dipotong, disalahpahami, dan disebarluaskan dengan kecepatan luar biasa.
Kesimpulan: Komunikasi Tegas Harus Diiringi Ketepatan Narasi
Sebagai Presiden, Prabowo memiliki kekuatan komunikasi yang tidak diragukan. Namun, di era demokrasi digital yang semakin terbuka dan kritis, gaya komunikasi yang tegas perlu diselaraskan dengan sensitivitas terhadap isu-isu publik dan cara penyampaian yang tepat sasaran. Keterbukaan terhadap kritik dan kemampuan meresponsnya secara proporsional menjadi kunci untuk membangun kepercayaan dan menjaga legitimasi di mata rakyat.