Ganti Sistem Berkali-Kali, Tapi Akses Pendidikan Masih Jauh dari Merata!
Tanggal: 17 Mei 2025 13:22 wib.
Tampang.com | Pemerintah telah mengganti Ujian Nasional dengan Asesmen Nasional dan berbagai kebijakan baru lainnya. Namun di balik pergantian sistem yang diklaim lebih modern dan adil, kesenjangan kualitas pendidikan antarwilayah dan antarkelompok ekonomi masih mencolok.
Kebijakan Berganti, Masalah Tak Banyak Berubah
Sejak dihapusnya Ujian Nasional, muncul sistem-sistem baru seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Namun penerapannya di daerah tertinggal masih terkendala infrastruktur, guru, hingga jaringan internet.
“Sistem boleh canggih, tapi kalau di pelosok masih kekurangan guru dan listrik tak stabil, ini tetap timpang,” ujar Winda Saputri, pengamat pendidikan dari LSM Cerdas Bangsa.
Sekolah Negeri di Daerah Tertinggal Masih Ketinggalan
Masih banyak sekolah negeri di luar Jawa yang kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas layak, laboratorium, perpustakaan, bahkan toilet bersih. Sementara sekolah-sekolah elit di kota besar menikmati teknologi mutakhir dan pendanaan memadai.
“Anak-anak di Papua, NTT, atau Kalimantan Tengah berjuang keras hanya untuk bisa belajar. Di Jakarta, anak-anak bisa belajar coding sejak SD,” jelas Winda.
Digitalisasi Pendidikan Tidak Merata
Selama pandemi, ketimpangan semakin terlihat saat pembelajaran daring dilakukan. Hingga kini, digitalisasi pendidikan belum merata. Banyak siswa tidak memiliki gawai atau akses internet yang layak, terutama di wilayah terpencil dan keluarga miskin.
Fokus Terlalu Banyak pada Sistem, Kurang pada Solusi Nyata
Alih-alih memperbaiki kualitas pengajaran dan kesejahteraan guru, pemerintah justru sibuk mengutak-atik sistem penilaian. Ini dinilai terlalu teknokratis dan tidak menyentuh persoalan mendasar.
“Selama akar masalahnya tidak disentuh, sistem apa pun hanya akan jadi kemasan baru dari masalah lama,” tambah Winda.
Pendidikan Merata Adalah Kunci Keadilan Sosial
Jika pemerintah ingin menciptakan generasi unggul, prioritasnya haruslah pada pemenuhan hak belajar yang adil untuk semua, bukan sekadar perubahan sistem atau jargon reformasi pendidikan.