Freeport: Pembeli Katoda Tembaga Smelter Manyar Cuma ‘Omon-Omon’
Tanggal: 10 Okt 2024 05:34 wib.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menyatakan bahwa pembeli katoda tembaga dari dalam negeri, sebagai hasil olahan dari pabrik pemurnian atau smelter, masih bersifat ‘omon-omon’ atau sekadar wacana tak konkret.
Dalam kesempatan yang sama, Tony menjelaskan bahwa separuh dari hasil produksi smelter miliknya di PT Smelting diekspor dan sebanyak 200.000 ton yang terserap dalam negeri. Namun, calon pembeli atau offtaker dalam negeri untuk katoda tembaga, yang dihasilkan oleh smelter baru di Manyar, Gresik, Jawa Timur dengan nilai investasi Rp56 triliun, baru sebanyak 50.000 ton hingga 100.000 ton dari pabrik copper foil di KEK JIIPE, tetapi belum ada komitmen.
Meskipun demikian, Tony menyatakan bahwa industri yang lebih hilir perlu diutamakan. Dalam agenda BNI Investor Daily Summit 2024, Tony menegaskan bahwa walaupun pembeli katoda tembaga dari luar negeri sudah ada, namun pembeli dari dalam negeri masih banyak yang belum komitmen. Hal ini menjadikan perkembangan industri tersebut terhambat, meskipun investasi sebesar Rp56 triliun telah dikeluarkan.
Dalam konteks konsumsi katoda tembaga, Tony menekankan bahwa Indonesia menghadapi masalah konsumsi katoda tembaga yang kecil. Beberapa barang yang mengandung katoda tembaga masih diimpor dalam keadaan utuh. Sebagai contoh, ducting dari AC masih diimpor utuh, padahal memiliki kadar tembaga yang tinggi. Begitu pula dengan beberapa cabling lainnya, seperti dalam satu unit electronic processor unit dari mobil, banyak kabelnya tetapi masih harus diimpor. Jika produksi barang-barang tersebut dapat dilakukan dalam negeri, maka konsumsi katoda tembaga akan meningkat secara signifikan.
Selain itu, katoda tembaga sebesar 10% juga dibutuhkan pada baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Dengan pesatnya pertumbuhan industri baterai EV di Indonesia, konsumsi katoda tembaga diharapkan akan meningkat tajam. Jika PLN membangun 47.000 kilometer jalur transmisi baru dan menggunakan katoda tembaga dari dalam negeri, maka konsumsi katoda tembaga juga akan meningkat secara signifikan.
Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau juga menyampaikan pandangannya terkait konsumsi katoda tembaga di dalam negeri. Meskipun Indonesia mampu memproduksi katoda tembaga sebesar 1,2 juta ton hingga 1,3 juta ton, namun serapan dalam negeri hanya sebesar 250.000 ton. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia, namun juga menawarkan peluang besar jika dapat diatasi.
Dari penjelasan Tony Wenas dan Rachmat Makkasau, tergambar bahwa masalah utama yang dihadapi oleh industri katoda tembaga di dalam negeri adalah kurangnya komitmen pembeli. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan industri terkait perlu bekerja sama untuk memperkuat industri hilir dan merangsang konsumsi dalam negeri. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan sumber daya yang ramah lingkungan, manfaat dari penggunaan katoda tembaga dalam berbagai aplikasi di dalam negeri dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan industri.