Sumber foto: Google

Fenomena "Rojali-Rohana" Bukan Sekadar Candaan, Tapi Tanda Harus Ada yang Dibenahi

Tanggal: 7 Agu 2025 10:08 wib.
Istana Kepresidenan menanggapi serius kemunculan istilah viral “Rojali” dan “Rohana” yang tengah ramai di media sosial. Alih-alih dianggap lelucon, istilah tersebut justru disebut sebagai lecutan bagi pemerintah untuk terus memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat secara menyeluruh.Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa meskipun Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen pada kuartal II tahun 2025, angka tersebut belum mencerminkan realitas kehidupan seluruh lapisan masyarakat. Masih ada kelompok rentan yang belum merasakan dampak dari pertumbuhan ekonomi, terutama mereka yang berada di desil 1–2 atau dalam kategori miskin dan miskin ekstrem.“Terus terang saya tidak terlalu senang dengan istilah itu (Rojali dan Rohana), karena bagi saya itu bukan bahan candaan, tapi sinyal bahwa masih banyak hal yang harus kita perjuangkan dan perbaiki,” ucap Prasetyo.Dalam penjelasannya, Prasetyo menekankan bahwa keberadaan kelompok masyarakat yang hanya bisa 'lihat-lihat' atau sekadar bertanya tanpa bertransaksi bukanlah sesuatu yang bisa disepelekan. Fenomena ini mencerminkan realita daya beli masyarakat yang masih melemah. Ia menilai penting bagi pemerintah dan seluruh pihak untuk menanggapinya sebagai peringatan akan ketimpangan ekonomi yang masih terjadi.Istilah “Rojali” alias Rombongan Jarang Beli menggambarkan konsumen yang hanya datang ke pusat perbelanjaan untuk melihat-lihat tanpa melakukan pembelian. Sedangkan “Rohana” atau Rombongan Hanya Nanya, menggambarkan mereka yang aktif bertanya tentang produk atau harga, tapi akhirnya tidak jadi membeli. Kedua istilah ini kini ramai dipakai sebagai simbol dari kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih perlu perhatian khusus.Lebih jauh, Prasetyo menegaskan bahwa ini bukan hanya soal tren di medsos, tapi wujud keresahan nyata masyarakat. Ia menyampaikan pentingnya memperkuat daya beli masyarakat melalui optimalisasi kebijakan ekonomi, peningkatan investasi, dan pemberantasan kebocoran anggaran yang selama ini menghambat pemerataan kesejahteraan.“Ini bukan cuma urusan angka pertumbuhan ekonomi, tapi bagaimana pertumbuhan itu dirasakan semua kalangan. Pemerintah harus lebih banyak lagi mendorong investasi, memperkuat UMKM, dan memastikan subsidi serta bantuan sosial tepat sasaran,” lanjutnya.Di balik istilah yang terdengar jenaka ini, tersimpan pelajaran penting tentang urgensi kehadiran negara yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat bawah. Istana berharap semua pihak baik pemerintah pusat, daerah, hingga pelaku usaha bisa mengambil tanggung jawab yang sama untuk memperbaiki kondisi ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved