Fadli Zon Angkat Derajat Budaya Indonesia di Forum Global APEC
Tanggal: 1 Sep 2025 14:25 wib.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan kembali betapa besarnya potensi ekonomi budaya Indonesia dalam forum internasional yang mempertemukan para Menteri Kebudayaan dan delegasi negara-negara anggota APEC. Dalam kesempatan itu, ia menekankan bahwa perekonomian budaya di Indonesia sejatinya bertumpu pada keragaman luar biasa yang dimiliki negeri ini. Indonesia dikenal sebagai negara mega-diversity dengan 17.000 pulau, 1.340 kelompok etnis, serta 718 bahasa daerah yang hidup berdampingan. Menurutnya, kekayaan budaya yang begitu melimpah bukan sekadar identitas, melainkan modal nyata untuk mendorong industri kreatif yang mampu berkontribusi besar pada pembangunan ekonomi nasional.
Fadli memberikan contoh konkret mengenai pertumbuhan sektor budaya di tanah air. Dari sisi industri perfilman, layar bioskop Indonesia mencatat 122 juta penonton sepanjang tahun 2024, angka yang mencerminkan daya tarik kuat industri hiburan lokal. Sementara itu, ekspor batik—salah satu warisan budaya yang mendunia—menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 76 persen hanya dalam tiga bulan pertama tahun 2025. Data tersebut, menurut Menbud, membuktikan bahwa budaya bukanlah sektor abstrak, melainkan sektor riil yang menghasilkan penciptaan lapangan kerja, memperluas investasi, sekaligus menggerakkan roda ekonomi nasional.
Lebih jauh, Fadli menekankan bahwa industri budaya dan kreatif atau Cultural and Creative Industries (CCI) harus diposisikan sebagai katalis baru dalam kerja sama ekonomi di kawasan Asia-Pasifik. Ia menyebutkan bahwa secara global, CCI telah membentuk ekosistem bernilai 4,3 triliun dolar AS, atau sekitar 6 persen dari perekonomian dunia, serta menyumbang 30 juta lapangan kerja yang sebagian besar digerakkan oleh UMKM dan generasi muda. Dengan potensi sebesar itu, wajar apabila sektor ini mendapat tempat istimewa dalam diskusi ekonomi internasional.
Pernyataan Menbud RI ini mendapat resonansi dari koleganya, Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Republik Korea Selatan Chae Hwi-young. Ia menyampaikan bahwa agar nilai ekonomi industri budaya bisa benar-benar dioptimalkan, diperlukan ruang dialog formal di bawah kerangka APEC. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi kolaborasi yang lebih terstruktur antarnegara anggota untuk membangun ekosistem budaya yang saling menguatkan.
Tidak hanya menyoroti kekuatan budaya dari sisi tradisional, Fadli juga menekankan pentingnya transformasi digital dan teknologi kecerdasan buatan (AI) sebagai penggerak baru industri kreatif. Menurutnya, Indonesia kini menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara dengan pertumbuhan yang mencengangkan sebesar 414 persen dalam kurun waktu 2017–2021, dan diproyeksikan akan mencapai 130 miliar dolar AS pada akhir 2025. Namun, ia juga mengingatkan agar transformasi digital ini tidak luput dari perhatian terhadap kesenjangan digital dan risiko etis AI. Menbud menyoroti potensi bahaya dari bias algoritmik, eksklusi bahasa, hingga penyalahgunaan data budaya yang dapat merugikan warisan bangsa.
Pada sesi akhir dialog, Fadli Zon menutup paparannya dengan menegaskan bahwa budaya memiliki kekuatan untuk menyatukan bangsa-bangsa di dunia. Ia menyebut budaya sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan perbedaan, tetapi juga memperkuat harmoni di tingkat regional maupun global. Diplomasi budaya menurutnya adalah instrumen yang efektif untuk membangun kepercayaan antarbangsa, sekaligus memperkokoh jejaring sosial yang menjadi fondasi perdamaian dunia.
Indonesia, lanjut Fadli, aktif memainkan peran ini melalui berbagai inisiatif di UNESCO dan kerja sama internasional. Ia menyebut sejumlah contoh konkret, seperti upaya nominasi Kebaya bersama empat negara ASEAN, Jaranan bersama Suriname, serta inisiatif baru mengenai Rice Culture bersama negara-negara ASEAN dan Korea Selatan. Langkah-langkah ini, menurut Menbud, menunjukkan komitmen Indonesia untuk tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menghadirkannya sebagai simbol persahabatan global.
“Budaya adalah jembatan dan penguat di tengah perbedaan, fondasi yang memperkuat jaringan sosial serta membangun perdamaian,” tegas Fadli menutup pernyataannya di hadapan forum APEC. Dengan demikian, pesan yang ia sampaikan bukan hanya soal potensi ekonomi budaya Indonesia, melainkan juga visi yang lebih luas: menjadikan budaya sebagai kekuatan lunak yang mampu membawa bangsa-bangsa ke arah kerja sama yang lebih inklusif dan harmonis.