Duka Mendalam Keluarga Argo Ericko: Antara Kenangan, Penyesalan, dan Tuntutan Keadilan
Tanggal: 1 Jun 2025 10:27 wib.
Depok, Tampang.com – Kabar duka menyelimuti keluarga besar Argo Ericko Achfandi (19), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), yang harus meregang nyawa setelah ditabrak pengemudi mobil BMW, Christiano Pangarapenta Pangidahen Tarigan. Insiden tragis ini terjadi pada Sabtu (24/5/2025) dini hari di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Kepergian Argo meninggalkan luka mendalam, terutama bagi sang adik, Keefa Satria Achfandi (17), dan sang ibunda, Meiliana (48), yang kini berjuang di tengah duka dan tuntutan keadilan.
Meiliana, ibunda Argo, mengenang momen pilu saat ia sempat membangunkan putranya untuk shalat Subuh pada Sabtu (24/5/2025) pagi melalui sambungan telepon. Saat itu, ia sama sekali tidak menyadari bahwa Argo telah tiada di lokasi kejadian sejak pukul 01.00 WIB. "Beliau meninggal, saya membangunkan shalat Subuh. Paginya, Sabtu pukul 07.39 WIB, saya membangunkan shalat Subuh. Sudah kesiangan juga itu," tutur Meiliana dengan suara tertahan saat ditemui di rumah duka, Kalibaru, Cilodong, Kota Depok, Sabtu (31/5/2025).
Sehari sebelum kecelakaan, pada Jumat (23/5/2025) malam sekitar pukul 20.40 WIB, Meiliana sempat bertukar kabar singkat melalui pesan WhatsApp dengan Argo. "Ternyata beliau sedang organisasi, itu di Jumat. Kejadiannya kan jam 01.00 WIB," ujarnya. Meiliana juga mengungkapkan bahwa komunikasi terakhirnya dengan Argo secara langsung adalah pada Kamis (22/5/2025), bertepatan dengan ulang tahun Argo yang ke-19. Meskipun Argo seringkali lambat membalas pesan karena padatnya jadwal organisasi, Meiliana kini baru menyadari betapa besar tanggung jawab yang diemban putra sulungnya itu. "Pagi saya WhatsApp, malam baru (balas), itu pun sedikit. ‘Iya bun, aman’. Ternyata dengan begitu banyak kesibukan beliau, anaknya sangat bertanggung jawab," kenang Meiliana.
Sementara itu, sang adik, Keefa Satria Achfandi, juga tak kuasa menahan kesedihan. Ia mengaku sulit mempercayai kabar kepergian kakaknya pada awalnya. "Jujur, kalau saya pertama kali mendengar kabar kalau abang saya sudah enggak ada, itu saya benar-benar enggak percaya ya," ujar Keefa di rumah duka. Kepercayaan pahit itu baru menghantamnya saat ia melihat jenazah kakaknya dimakamkan, di mana tangisannya pun pecah tak terbendung.
Keefa mengenang Argo sebagai sosok yang luar biasa, penuh prestasi, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. "Dia itu dikenal hebat oleh semua orang, dan juga atas prestasi-prestasi dia, dan juga kebaikan dia, juga perjuangan dia, dari semua tanggungan dan harapan orang-orang terdekat terhadap dia," tambahnya. Mengingat kehebatan sang kakak, Keefa bertekad untuk melanjutkan semangat Argo dengan belajar lebih giat dan aktif dalam berbagai organisasi, sesuai pesan terakhir kakaknya yang disampaikan dua hari sebelum ulang tahunnya.
Namun, di balik kenangan indah dan harapan untuk melanjutkan perjuangan sang kakak, tersimpan penyesalan terbesar bagi Keefa. Ia mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah mencoba berkomunikasi secara mendalam dengan Argo. "Saya sebagai adik, paling menyedihkan adalah, saya tidak pernah mencoba untuk berkomunikasi dengan dia," kata Keefa. Keefa, yang kini masih duduk di bangku kelas 2 SMA, menyadari bahwa ketidakdekatannya dengan Argo merupakan bentuk keegoisan di tengah kesibukan kakaknya sebagai mahasiswa. "Abang juga sibuk kalau pulang. Jadi, mau mengobrol, tiba-tiba sudah pergi, dan abang juga lebih diam," ungkapnya.
Keluarga Korban Tolak Upaya Damai, Prioritaskan Proses Hukum
Meiliana, ibunda Argo, menegaskan bahwa ia masih sangat berduka atas kepergian putranya. Saat ditanya mengenai adanya upaya permintaan maaf dari pihak keluarga Christiano, Meiliana menyatakan bahwa kondisi mental dan psikisnya masih terbebani. "Kalau terkait itu, saya bilang, mohon maaf, memang kondisi saya masih berduka. Saya beban mental, psikis saya masih terasa. Jadi harap mohon dimaklumi untuk itu,” ujarnya.
Paman Argo, Achfas, membenarkan bahwa pihak Christiano sempat menyampaikan permintaan maaf. Momen tersebut terjadi secara kebetulan saat Achfas menyambangi Polresta Sleman untuk mengambil ponsel dan laptop Argo yang dijadikan barang bukti. “Kami apresiasi niat, katakan bersilaturahmi ataupun dengan permintaan maaf, itu kami apresiasi. Tapi jalur hukum tetap. Ibunya pengin keadilan, transparansi, hingga kebenaran betul-betul diciptakan oleh aparat yang berwenang,” tegas Achfas. Ia menekankan bahwa pertemuan itu hanya kebetulan dan bukan inisiatif keluarga Argo untuk mendatangi pihak pelaku.
Meiliana juga tidak ingin berkomentar banyak terkait isu tawaran uang Rp 1 miliar untuk upaya damai dari pihak Christiano. "Pokoknya saya cuma bilang, proses hukum tetap berjalan. Saya hanya ingin mencari keadilan dan kebenaran untuk anak saya,” tegas Meiliana.
Peristiwa tragis ini terjadi ketika mobil BMW yang dikemudikan Christiano Pengarapenta Pengidahan Tarigan, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, menabrak sepeda motor yang dikendarai Argo. Pihak kepolisian telah menetapkan pengemudi BMW sebagai tersangka pada 27 Mei 2025. Kepergian Argo Ericko Achfandi menjadi duka bagi keluarga, rekan, dan almamaternya, meninggalkan kenangan akan sosok berprestasi dan harapan yang belum sempat terwujud, serta perjuangan keluarga untuk mencari keadilan.