DPR Bongkar Ketimpangan Guru-Dosen! UU Bakal Direvisi, Swasta Akhirnya Bisa Dapat Keadilan?
Tanggal: 20 Nov 2025 11:46 wib.
Jakarta – Dunia pendidikan Indonesia diguncang kabar mengejutkan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengumumkan rencana peninjauan ulang Undang-Undang Guru dan Dosen, menyoroti ketimpangan serius antara tenaga pendidik di lembaga negeri dan swasta. Langkah ini disebut-sebut bisa menjadi “revolusi” dalam dunia pendidikan, sekaligus jawaban panjang bagi guru dan dosen yang selama ini merasa terabaikan.
Ketua Komisi X DPR, Siti Nur Azizah, menyatakan bahwa ketidakadilan dalam UU Guru-Dosen sudah sangat mencolok. “Guru dan dosen di sektor swasta menerima gaji lebih rendah, tunjangan minim, dan karier tidak jelas, padahal mereka mengabdi untuk jutaan siswa dan mahasiswa. Saatnya kita menyeimbangkan ini,” tegas Siti dalam konferensi pers, Rabu (20/11).
UU saat ini memang fokus pada guru dan dosen di lembaga negeri. Namun, menurut DPR, aturan itu tidak memberi perlindungan memadai bagi tenaga pendidik swasta, yang jumlahnya tidak kalah besar. Data menunjukkan bahwa sekitar 60 persen peserta didik nasional berada di sekolah dan perguruan tinggi swasta, tetapi banyak pendidik mereka menghadapi kondisi finansial dan profesional yang jauh tertinggal.
Budi Hartono, anggota Komisi X, menegaskan, “Ini bukan sekadar soal gaji. Ketimpangan ini bisa menurunkan kualitas pendidikan nasional. Jika guru dan dosen swasta tidak diperhatikan, generasi muda Indonesia berisiko mendapatkan pendidikan yang tidak merata.”
Rencana peninjauan ini akan dilakukan melalui panitia khusus DPR, yang akan menelaah pasal-pasal UU terkait kesejahteraan, hak, sertifikasi, dan karier guru serta dosen swasta. Proses ini juga akan melibatkan asosiasi guru swasta, perguruan tinggi, praktisi pendidikan, hingga pemerintah pusat. Tujuannya jelas: menutup kesenjangan dan memberikan perlakuan adil bagi seluruh tenaga pendidik.
Kabar ini disambut antusias oleh guru dan dosen swasta. Rina, dosen di perguruan tinggi swasta di Jawa Barat, mengaku lega. “Kami sudah lama menunggu langkah seperti ini. Banyak dosen muda terpaksa meninggalkan profesi karena beban hidup. Jika DPR berhasil menyeimbangkan hak kami, ini akan menjadi angin segar,” ujarnya.
Namun, para pakar pendidikan mengingatkan bahwa revisi UU harus dilakukan hati-hati. Dr. Ratna Dewi, pengamat dari Universitas Indonesia, menekankan, “Perbaikan hak guru dan dosen swasta sangat penting, tapi jangan sampai membebani lembaga swasta secara finansial. Regulasi harus seimbang antara kesejahteraan tenaga pendidik dan kelangsungan pendidikan itu sendiri.”
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyatakan siap mendukung revisi ini. Menteri Nadiem Makarim menekankan bahwa UU yang lebih adil bisa meningkatkan kualitas pendidikan nasional, tapi implementasinya harus realistis agar lembaga swasta tetap bisa bertahan dan berkembang.
Ketegasan DPR menyoroti ketimpangan guru-dosen juga membuka perbincangan lebih luas tentang kualitas pendidikan. Banyak pihak menekankan bahwa tenaga pendidik yang sejahtera adalah fondasi pendidikan berkualitas. Tanpa perlakuan adil bagi guru dan dosen swasta, kesenjangan pendidikan bisa makin melebar, merugikan generasi muda Indonesia.
Siti Nur Azizah menegaskan bahwa proses revisi UU akan melibatkan dialog intensif antara legislatif, eksekutif, dan semua pemangku kepentingan. “Kami ingin UU Guru-Dosen yang baru adil, komprehensif, dan meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh lini, tanpa meninggalkan sektor swasta yang vital bagi bangsa ini,” katanya.
Dengan langkah ini, DPR menunjukkan sikap tegas: ketimpangan lama dalam dunia pendidikan harus diakhiri. Jika revisi UU ini berhasil, guru dan dosen swasta akhirnya bisa mendapatkan hak yang setara, kualitas pendidikan nasional meningkat, dan ribuan tenaga pendidik di seluruh Indonesia akan merasakan keadilan yang selama ini tertunda.
Publik kini menunggu, apakah peninjauan UU Guru-Dosen ini benar-benar akan menutup kesenjangan, atau justru menimbulkan tantangan baru bagi lembaga pendidikan swasta. Yang jelas, dunia pendidikan Indonesia sedang berada di titik kritis, dan keputusan DPR bisa menjadi momentum perubahan besar.