Sumber foto: website

Di Depan Menlu G20, Retno Soroti Genosida di Gaza hingga Meningkatnya Ketegangan di Timur Tengah

Tanggal: 26 Sep 2024 19:35 wib.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, menjadi perwakilan Indonesia dalam pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York. Dalam pidatonya, Retno memfokuskan sorotannya pada situasi kemanusiaan di Palestina, terutama mengenai genosida di Gaza serta meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Menurut Retno, tanda-tanda kegagalan multilateralisme yang semakin nyata menjadi sumber kekhawatirannya. Hal ini tercermin dari perpecahan dalam tata kelola global, menurunnya kepercayaan antarnegara, dan ketidakmampuan sistem internasional dalam merespons tantangan-tantangan baru. Retno juga mengutarakan keprihatinannya terhadap dampak signifikan dari kegagalan multilateralisme yang mungkin membawa dunia ke masa di mana kekuatan mendominasi keadilan.

Lebih lanjut, Retno menekankan bahwa situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Palestina menunjukkan rapuhnya sistem multilateral saat ini. Genosida di Gaza dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menjadi pemicu urgensi penegakan hukum internasional dan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara konsisten dan tanpa standar ganda.

Menurut Retno, kejadian di Ukraina, Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon tidak boleh dijadikan sebagai norma baru dalam konteks internasional. Meski demikian, Retno tetap optimistis bahwa multilateralisme masih dapat diperbaiki. G20 dianggap memiliki peran strategis untuk mengembalikan kepercayaan terhadap sistem multilateral dan memperkuat tata kelola global yang inklusif dan adil.

Selama pidatonya di depan para Menteri Luar Negeri G20, Retno menjelaskan tiga poin penting. Pertama, perlunya keterwakilan yang lebih baik dalam tata kelola global. Reformasi diharapkan dapat memperhatikan realitas dunia saat ini, di mana negara-negara Global South mewakili 85 persen populasi dunia dan memiliki kontribusi ekonomi yang semakin besar. Dengan demikian, sistem ini diharapkan lebih inklusif, representatif, dan efisien.

Kedua, Retno menekankan pentingnya memajukan kepercayaan strategis dan keadilan. Hanya dengan tindakan yang sesuai dengan kewajiban mereka, terutama terkait dengan pendanaan iklim dan pembangunan berkelanjutan, kepercayaan antarnegara dapat dipulihkan. Diperlukan upaya nyata untuk menjembatani kesenjangan antara komitmen global dan tindakan nyata di lapangan.

Ketiga, adaptasi terhadap tantangan-tantangan baru menjadi fokus terakhir dari pidato Retno. Hal ini termasuk kebutuhan akan kerangka baru untuk tata kelola digital, regulasi siber, dan kecerdasan buatan (AI). Hal ini penting untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi dapat dinikmati oleh semua pihak, bukan hanya segelintir orang. Aksi nyata dalam menghadapi perubahan iklim juga harus ditingkatkan.

Dalam konteks ini, Indonesia mendukung "G20 Call to Action on Global Governance Reform," yang berfokus pada upaya memodernisasi tata kelola global agar lebih siap menghadapi tantangan abad ke-21, serta memastikan bahwa sistem tersebut lebih adil dan inklusif bagi semua negara.

Selain itu, data aktual terkait situasi kemanusiaan di Palestina, khususnya genosida di Gaza dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dapat menjadi tambahan yang relevan. Data ini dapat mencakup jumlah korban, dampak psikologis, dan kondisi infrastruktur di wilayah tersebut sebagai dampak dari konflik yang berkelanjutan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved